Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebagai lembaga yang menaungi konsumen ikut membahas kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyampaikan ada persoalan pada proses pembuatan dan isi kebijakan Tapera.
"Sebagai sebuah kebijakan publik saya lihat ada persoalan dari sisi policy making process, menurut saya ini salah satu titik krusialnya, sehingga menimbulkan suatu pro kontra, dan saya melihat lebih banyak dimensi yang kontra," ujar Tulus dalam acara Focus Group Discussion via Zoom, Selasa (11/6/2024).
Menurutnya, masyarakat dari berbagai latar belakang menolak kebijakan Tapera bisa karena tidak dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan. Lalu, masyarakat juga kurang memahami product knowledge dari Tapera.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau itu kebijakan yang baik tentunya tidak menimbulkan kontra yang begitu keras," ucapnya.
Meski pemerintah memiliki niat yang baik soal Tapera, ia menilai ada masalah pada proses pembuatan kebijakan. Ia pun menyebut adanya perwakilan dari konsumen sangat penting dalam pembuatan kebijakan Tapera maupun pelaksanaan.
Selain itu, Tulus mengatakan prinsip gotong royong dalam Tapera tidak bisa disamakan dengan BPJS Kesehatan. Sebab, gotong royong dalam konteks pengadaan rumah menjadi persoalan yang rumit.
"YLKI juga menimbang kebijakan ini baik dari sisi policy making process dan content of policy itu mungkin perlu pengkajian ulang dan juga penundaan atau bukan penundaan, tapi tuntutan masyarakat kan dibatalkan," ungkapnya.
Dari sisi content of policy itu sendiri, Tulus melihat masyarakat mengklaim subsidi adalah tanggung jawab pemerintah. Namun, kebijakan ini justru memindahkan seakan memindahkan tanggung jawab dan beban ke masyarakat.
Adapun pemerintah juga sudah menunjukkan sinyal akan mungkin ada penundaan. Sebagaimana reaksi Menteri Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Basuki Hadimuljono yang tidak menyangka reaksi masyarakat yang banyak kontra.
"Harapannya tentu pemerintah sebagai regulator tentu menimbang banyak hal untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan atau membatalkan. Itu yang kira-kira kalau kita lihat dari segi policy, cuman persoalannya ini sebuah undang-undang lain sebagainya. Itulah perspektif yang konsumen (keluhkan)," katanya.
Sementara itu, Deputi Komisioner Bidang Pengerahan Dana Tapera Sugiyarto menjelaskan peran masyarakat untuk gotong royong membantu Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Ia mengatakan dengan prinsip gotong royong maka akan membantu MBR mendapat subsidi yang besar, yakni bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) hanya 5%.
"Sebetulnya tujuan Tapera ini sangat mulia, yaitu untuk membantu masyarakat miskin berpenghasilan rendah untuk mendapatkan akses pembiayaan bukan mendapatkan rumah. Bahasa sederhananya itu mendapatkan KPR, kredit renovasi rumah, kredit bangun rumah dengan suku bunga yang rendah dan tenor yang panjang," tuturnya.
(dhw/dhw)