Memang, dalam penyediaan rumah sangat ditentukan dengan kebutuhan. Apalagi, dengan banyaknya masyarakat yang bekerja di pusat kota, sudah sepatutnya tak jauh dari tempat kerja.
"Kalau melihat perkembangan hari ini, urbanisasi sangat tinggi, tentunya kita ingin agar masyarakat tadi bisa bertempat tinggal dalam waktu tempuh yang terjangkau, katakan 1 jam dari tempat kerja," katanya dalam konferensi pers di Kantor BP Tapera, Rabu (5/6/2024) lalu.
Herry mengatakan, karena ketersediaan lahan di perkotaan sudah mulai sulit didapatkan. Maka dari itu, alih-alih membangun rumah tapak, Herry mendorong untuk dibangunnya rumah susun.
"Ini ke depan kita akan dorong gimana rumah vertikal bisa jadi targetnya," ujarnya.
Terkait lokasi untuk rumah yang bisa dibeli MBR, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan hingga saat ini memang masih menjadi tantangan. Sebab, harga tanah di dekat kota sudah sangat tidak terjangkau sehingga banyak rumah subsidi yang berada di pinggiran kota.
"Tantangan kami saat ini untuk rumah tapak adalah ketersediaan lokasi yang preferable, apalagi kalau lihat stukturnya, dari backlog 9,9 juta itu adalah yang sebagian besar strukturnya adalah masyarakat di perkotaan, which is itu harga tanahnya sudah nggak terjangkau," kata Heru.
Untuk itu, pihaknya mendorong agar masyarakat mau mengubah kebiasaan hidup di rumah tapak menjadi tinggal di rumah susun atau rusun. Heru mengatakan, menjadi peserta Tapera juga bisa mengambil KPR untuk rumah susun. Adapun tenornya hingga 35 tahun.
"Makanya ke depan mindset untuk membiasakan masyarakat hidup di rumah vertikal itu juga jadi tantangan karena kredit KPR yang dari FLPP maupun Tapera itu juga kita gunakan untuk membiayai rumah vertikal atau rumah susun, bukan hanya rumah tapak," katanya.
Ia juga menjelaskan kenapa KPR untuk rumah susun lebih lama dari rumah tapak, sebab harganya yang lebih mahal. Panjangnya tenor ini dimaksudkan untuk memudahkan cicilan yang dibayar peserta Tapera.
(abr/zlf)