Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Ari Tri Priyono meminta agar pemerintah dan Badan Pengelola Tabungan Perumahan rakyat (BP Tapera) untuk segera berkomunikasi dan melakukan sosialisasi dengan berbagai pihak. Hal itu terkait adanya polemik soal iuran Tabungan Perumahan.
Menurut Ari, aturan terkait simpanan Tapera ini sudah lama ada, mulai dari Undang-undang Nomor 4 tahun 2016 yang diturunkan menjadi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020, dan terbaru PP Nomor 21 Tahun 2024 yang merevisi beberapa pasal yang ada di PP Nomor 25 Tahun 2020. Meski peraturannya sudah lama ada, namun memang belum bisa langsung diterapkan. Maka dari itu, ia mengusulkan agar pemerintah dan BP Tapera segera melakukan sosialisasi terkait hal tersebut.
"Aturan ini (iuran tapera,red) kan sudah lama adanya. Lima tahun lalu programnya sudah disetujui. Namun memang belum bisa langsung diterapkan. Menurut saya Ini hanya soal sosialisasi. Dan sosialisasi ini tentunya dari pihak BP Tapera. Harus menyampaikan dengan baik bahwa justru pekerja diuntungkan. Gaji mereka tidak dipotong dalam artian hilang kok, tetapi disimpan lewat tabungan perumahan. Dan bisa diambil jika penabung tidak memanfaatkan. Jelaskan juga kapan bisa dicairkan," ujar Ari dalam keterangannya, dikutip Kamis (30/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ari, banyak pihak yang salah menangkap informasi terkait iuran Tapera. Padahal iuran Tapera menjadi salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi kesenjangan angka kebutuhan rumah atau backlog.
"Menurut saya pekerja justru diuntungkan. Karena 0,5% yang asalnya dari pemberi kerja itu masuk sebagai pendapatan dan disimpan ke Tabungan perumahan untuk pekerja. Sedangkan 2,5%-nya yang asalnya dari pekerja itu sendiri uangnya juga tidak hilang. Bisa dimanfaatkan untuk punya rumah atau jika tidak mau, bisa dicairkan sebagai investasi. Jadi ruginya dimana?," ungkapnya.
Sementara itu, ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sekaligus Majelis Pembina Himperra, Bambang Soesatyo, meminta pemerintah berhati-hati ketika mengeluarkan suatu kebijakan yang langsung bersinggungan dengan penghasilan atau akan berefek pada daya beli masyarakat. Ketika menyasar ke masyarakat tentunya sosialisasi yang diutamakan.
"Jangan sampai masyarakat nanti ribut. Harus ada yang menyampaikan dengan baik. Sosialisasikan. Karena ini menyangkut kepentingan masyarakat luas. Tetapi menurut saya yang perlu dilakukan pemerintah adalah meningkatkan daya beli masyarakat dulu. Bukan malah memotong kemampuan daya beli riil Masyarakat itu," ujarnya
Di sisi lain, menurut Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah, dengan dipotongnya gaji pekerja untuk simpanan tabungan perumahan akan memperkuat Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) dalam menyalurkan KPR subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hal ini tentunya akan mempermudah MBR untuk memiliki rumah.
"Yang pasti salah satunya memperkuat Tapera dalam penyaluran KPR menambah kekuatan subsidinya kepada masyarakat MBR dan dampaknya juga kepada pengembang. Artinya dampaknya adalah pengembang harus siap mensuplai (rumah)," ujarnya ketika dihubungi detikProperti, Senin (27/5/2024).
Ia menjelaskan bahwa pihak yang akan berpengaruh dengan adanya kebijakan tersebut adalah MBR yang ingin membeli rumah pertama. Sementara itu, bagi para pengembang, rumah yang harus disuplai juga meningkat.
"Kami ini hanya mensuplai saja. Ya pasti ada pengaruhnya juga terkait peningkatan suplainya (rumah) kalau memang pada intinya itu permasalahannya memang ada pada kuota yaitu dana yang tersedia untuk mensubsidi," paparnya.
"Tahun ini kan (suplai rumah subsidi) 166.000. Mudah-mudahan dengan kekuatan tambahan dari iuran kelolaan, saya yakin akan menambah suplainya untuk masyarakat MBR," harapnya.
Ia menambahkan, BP Tapera harus bekerja keras dan melakukan sosialisasi yang masif terkait iuran Tapera tersebut. Misalnya seperti siapa saja yang dikenakan iuran, penggunaan iuran, manfaat untuk para peserta Tapera, kapan iuran berakhir dan dikembalikan, dan lainnya.
Melalui iuran Tapera, kata Junaidi, bisa menjadi salah satu cara untuk memperkuat pembiayaan khususnya untuk MBR. Sebab, salah satu hambatan penurunan backlog adalah kekuatan pembiayaan yang lemah, maka dari itu butuh support dari berbagai pihak.
"Ini salah satu memperkuat pembiayaan khususnya untuk MBR mendapatkan rumah. Toh dana yang terkumpul dari iuran PNS/ASN, TNI/Polri, karyawan BUMN, BUMD, dan lain-lain tidak bisa dimanfaatkan bagi yang mampu. Setahu kami seperti itu," ungkapnya.
"Harapan kita dari iuran peserta nantinya jangan sampai peserta masih sulit mendapatkan fasilitas KPR bersubsidi," pungkasnya.
(abr/zlf)