Gaji para pekerja akan dipotong sebesar 3 persen untuk simpanan tabungan perumahan rakyat (Tapera). Kebijakan baru ini berlaku untuk pekerja negeri sipil (PNS), pekerja swasta, maupun pekerja mandiri.
Tapera merupakan penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu. Pemanfaatannya untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.
Lantas, bagaimana urgensi potongan gaji untuk tabungan perumahan?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai kebijakan ini bermanfaat bagi yang belum mempunyai rumah. Skema potong gaji bisa membuat peserta lebih disiplin menabung untuk membeli rumah.
"Bagi yang belum punya rumah akan sangat positif, jadi mereka menabung menyisihkan uangnya untuk memang bisa mencicil rumah, bisa memiliki rumah di kemudian hari," ujar Tauhid kepada detikcom, Selasa (28/4/2024).
Mengingat rumah merupakan investasi jangka panjang, sehingga para peserta menunda konsumsi saat ini untuk kepentingan jangka panjang. Menurut Tauhid, hal ini akan membantu mereka di kemudian hari, apalagi dengan bantuan pembiayaan melalui skema KPR.
Namun, ia menyebut kebijakan tabungan perumahan rakyat tersebut sebaiknya dijadikan program opsional saja agar lebih tepat sasaran. Terutama kepada yang belum memiliki rumah serta berkeinginan membeli rumah.
"Ini nggak boleh dipaksa, jadi sifatnya opsional. Tapera ini kan diperuntukan bagi masyarakat yang katakanlah belum memiliki rumah. Kalau misalnya sudah punya rumah dan sebagainya sifatnya opsional saja, jadi nggak perlu dibebani. Karena buat apa? Terutama rumah pertama," katanya.
Tauhid menjelaskan kalau sifatnya opsional, maka yang memiliki kepentingan langsung dan memiliki manfaat bisa menggunakan skema yang diusulkan pemerintah. Akan tetapi, ia menekankan agar tidak ada paksaan karena situasi perekonomian saat ini.
"Jangan dipaksa karena situasi (perekonomian) kurang pas dan yang kedua menjadi tidak tepat sasaran," katanya.
Selain itu, Tauhid mengatakan kewajiban potong gaji yang dipaksakan dapat memberatkan masyarakat. Ia menyarankan masyarakat sebaiknya mempunyai pilihan untuk mengikuti skema tersebut.
"Dikhususkan untuk yang belum (punya rumah). Kalau tidak ada kekhususan semua harus menanggung gaji untuk Tapera, maka akan memberatkan sebagian masyarakat," imbuhnya.
Kemudian, ia menjelaskan membeli rumah memang sebuah kebutuhan bagi keluarga muda. Apalagi kalau keluarga tersebut ingin menunjukkan eksistensi untuk tidak tergantung kepada anggota keluarga lainnya. Berbeda halnya bagi sebagian orang yang merasa rumah tidak menjadi prioritas.
"Kepentingannya akan berbeda-beda tiap orang tapi secara umum kalau bagi sebuah keluarga biasanya rumah menjadi prioritas. Apakah melalui Tapera atau yang lain, nah itu yang kemudian masyarakat diberikan alternatif atau pilihan," pungkasnya.
Selain menjadikan skema ini opsional, ia menyebut manfaat iuran Tapera sebaiknya tidak hanya untuk kelompok masyarakat bawah, tetapi juga masyarakat menengah. Sebab, masih banyak masyarakat kelompok menengah yang belum memiliki rumah, termasuk generasi Z yang baru menikah.
(dhw/dna)