Hampir 6 bulan berlalu, namun 'banjir abadi' yang melanda Kampung Bulak Barat, Cipayung dan Kelurahan Pasir Putih, Depok dan menjadikan kawasan ini seperti 'desa mati' belum menemukan penyelesaian yang diharapkan warga. Baru-baru ini, Pemkot Depok mengatakan tidak bisa mengganti tanah atau melakukan pembebasan lahan milik korban.
Dilansir dari detikNews, Wali Kota (Walkot) Depok, M Idris, menjelaskan ganti rugi untuk warga yang terdampak 'banjir abadi' tidak bisa diberikan karena fisik tanahnya yang tidak terlihat.
"Iya ada (Ganti rugi). Itu yang belum selesai di Pengadilan Negari (PN), jadi kita tidak bisa mengganti tanah mereka yang longsor sebab fisik tanahnya udah nggak ada," jelas Idris di Tapos, Depok seperti yang dilansir pada Jumat (24/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia memberikan solusi, jika warga terdampak 'banjir abadi' ingin ganti rugi harus menggugat Pemkot Depok terlebih dahulu.
"Logika kejaksaan bahwa kita tidak bisa mengganti uang mereka walau secara kertas sertifikatnya ada catatan, tapi fisiknya nggak ada, itu dianggep fiktif. Makanya caranya adalah mereka memberikan jalan keluar di masyarakat menggugat pemerintah untuk penggantian itu," tambahnya.
Gugatan tersebut tentu harus dimenangkan dahulu oleh pihak korban, agar ganti rugi dapat diberikan oleh Pemkot Depok. Idris menyebutkan nantinya jika gugatan diterima, Pemkot Depok memiliki dasar untuk mengeluarkan APBD untuk mengganti uang warga terdampak 'banjir abadi'.
"Kalau gugatan mereka diterima, maka dengan dasar menangnya gugatan mereka, kita punya dasar untuk mengeluarkan APBD mengganti uang mereka yang sudah hanyut hampir sebesar 2.000 meter. Nah yang akan potensi longsor kita juga beli setelah yang longsor kita beli," lanjutnya.
Lebih lanjut, Idris memperkirakan dana yang perlu disiapkan sekitar Rp 15 miliar untuk ganti rugi warga terdampak 'banjir abadi'. Dengan luas tanah yang terdampak 'banjir abadi' seluruhnya sekitar 1 hektar.
"Kalau rumahnya datanya saya nggak punya, tapi luas tanahnya semuanya sekitar 5.000 meter dengan yang TPA bergeser itu jadi 1 hektar. Termasuk rumah Pak Ginting juga itu kami beli, itu sekitar 1 hektar. Nah, jadi kalo 1 hektar misal masing-masing Rp 1,5 juta per meter, hitung aja 10.000 x Rp 1,5 juta, berapa tuh? Berapa miliar? Sekitar Rp 15 miliar, dikit lah, bisa, ada duitnya," pungkasnya.
(aqi/aqi)