Perum Karawang Baru sudah lama terbengkalai sejak krisis moneter pada tahun 1998. Banyak rumah kosong karena pemilik memilih meninggalkan rumahnya serta banyak hunian yang belum terjual.
Diketahui, perumahan tersebut milik anak Presiden Kedua RI, Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Kompleks ini pun mendapat julukan 'Kota Mati Tommy Soeharto' karena banyaknya rumah kosong dan terbengkalai.
Lantas, benarkan perumahan ini benar-benar 'mati' tanpa penghuni? Begini nasib Perum Karawang Baru saat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua RT 31 Hidayat Alwis mengungkap pengelola perumahan sudah lama tidak beroperasi sejak kerusuhan pada 1998. Hal ini mengakibatkan rumah dan lingkungan perumahan tidak diurus, bahkan tidak bisa diajukan perbaikan kepada pemerintah daerah.
"Sebenarnya setiap 25 tahun perumahan itu diserahkan ke Pemda, developer udah nggak ngurusin. Jadi pembangunan itu ke Pemda, nah di sini belum bisa begitu," ujar Hidayat kepada detikProperti, Rabu (22/5/2024).
Warga pun berinisiatif untuk berdonasi dan mengurus perumahan bersama. Salah satunya dengan memperbaiki sebagian jalan dan dibuatkan pos keamanan. Namun, karena keterbatasan dana, maka mereka tidak bisa banyak berbuat untuk mengurus perumahan itu.
Meski kondisi perumahan terbengkalai, Hidayat menyebut aktivitas warga masih ramai. Sekitar 300 kepala keluarga masih tinggal di Perumahan Karawang Baru.
Hidayat mengatakan ada 72 kepala keluarga di RT-nya. Namun, sebagian bukanlah pemilik rumah asli, melainkan warga yang menempati rumah-rumah kosong.
Banyak rumah yang terbengkalai malah diisi oleh pendatang yang membutuhkan hunian. Mereka pun memperbaiki rumah, seperti menambahkan atap seng agar lebih layak huni.
Salah satu warga bernama Ade mengaku telah sepuluh tahun tinggal di rumah kosong atas izin dari pemilik. Ia menceritakan sang pemilik resah karena rumah yang ditinggalkan semakin rusak karena bahan bangunannya dicuri orang.
![]() |
"Kalau (rumah) nggak ditempati, pada ilang pada diambilin, abis aja gitu kayak tanah, kasihan," kata Ade.
"Kasihan kan yang punya, dia bayarin tiap bulan. Pas dia tengok ke sini 'kok rumah saya nggak ada?' Katanya 'udah tempatin Bu yang penting rumah saya dirawat'," jelasnya.
Selain sebagai hunian, banyak warga yang membuka warung di bagian depan rumah sebagai mata pencaharian.
Terpisah, salah satu warga bernama Yayan juga menempati ruko kosong belum pernah beroperasi sejak awal Perum Karawang Baru dibangun. Ia mengaku menempati ruko selagi tidak terpakai.
"Daripada ini kosong, (saya) manfaatin. Di sini juga tenang (dan) adem. Kalau ini (ruko) sih saya nggak beli, cuman nempatin, cuman bukan hak milik. Kalau misalkan yang punyanya ada, ya kalau ini (akan digunakan) ya (saya) keluar," ungkap Yayan.
Sementara itu, pemilik rumah sejak tahun 1995 bernama Toto mengaku bertahan tinggal di Perum Karawang Baru karena mata pencahariannya di situ. Ia sempat menjadi pegawai pabrik, pedagang sayur, hingga kini seorang pengurus di suatu lembaga.
"Ya mau kemana lagi ya? Karena kita cari rezekinya di sini," tuturnya.
Ia mengaku masih nyaman tinggal di perumahan tersebut karena suasananya yang tenang dari kebisingan. Selain itu, keamanan dan hubungan dengan tetangga baik-baik saja.
"Kalau kita ada Kelompok Sadar Ketertiban Masyarakat, jadi hampir semua jadi anggota. RT (dan) RW juga terbentuk," pungkas Toto.
(dhw/zlf)