Pengusaha yang juga anak Presiden Kedua RI Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto pernah membangun kompleks perumahan di kawasan Karawang pada tahun 1990-an. Kompleks itu kini dalam kondisi tak terurus dan terbengkalai.
Kompleks bernama Perum Karawang Baru berada di Desa Karang Anyar, Kecamatan Klari, Karawang, Jawa Barat. Kondisi kompleks yang kerap disebut 'Kota Mati Tommy Soeharto' ini cukup memprihatinkan karena banyak jalanan rusak, tumbuhan liar, dan bangunan rumah kosong yang hancur, hingga kerap dijuluki 'Kota Mati Tommy Soeharto'.
Lantas, mengapa perumahan ini bisa sampai terbengkalai?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua RT 31 Hidayat Alwis menceritakan awal mula perumahan dibangun oleh Tommy pada tahun 1995-1997. Perumahan semula dibangun berupa rumah sangat sederhana (RSS) yang rencananya sebagai hunian bagi pegawai pabrik PT. Timor Putra Nasional.
Ia mengatakan kompleks tersebut mulai terbengkalai sejak kerusuhan tahun 1998 akibat krisis moneter. Banyak orang kehilangan pekerjaan, sehingga mereka memilih pindah ke kota lain untuk mencari peruntungan lain.
"Pabrik Timor nggak jalan, rencananya buat karyawan pabrik Timor. Berhubung dia (Pabrik Timor) udah nggak jalan. Mau nggak mau orang-orang yang udah beli di sini pindah ke Jakarta, dia (pemilik rumah) kerja lagi," ujar Hidayat ketika berbincang dengan detikProperti di Perum Karawang Baru, Kamis (23/5/2024).
Hidayat menjelaskan sebelum peristiwa itu, perumahan baru melakukan pemasaran dan sudah ada rumah-rumah terjual. Namun, sejak Soeharto lengser pemasaran tidak berjalan lagi dan perumahan tidak terurus seperti sekarang ini.
Ia mengatakan sudah tidak ada pembangunan maupun jual beli rumah lagi dari pihak pengembang. Adapun yang ingin membeli rumah harus langsung ke pemilik rumah.
Selain itu, ia mengaku warga sudah mengajukan perbaikan atau pembangunan jalan kepada pemerintah daerah (Pemda). Akan tetapi, permintaan tersebut ditolak karena perumahan belum memenuhi administrasi yang dibutuhkan.
"Sebenarnya setiap 25 tahun perumahan itu diserahkan ke Pemda, developer udah nggak ngurusin. Jadi pembangunan itu ke Pemda, nah di sini belum bisa begitu," katanya.
Warga pun berinisiatif untuk berdonasi dan mengurus Perum Karawang Baru bersama. Salah satunya warga memperbaiki sebagian jalan dan dibuat pos keamanan. Namun, karena keterbatasan dana, maka mereka tidak bisa banyak berbuat untuk mengurus perumahan itu.
Terpisah, Toto salah satu pemilik rumah sejak awal pembangunan perumahan juga menyebut krisis moneter pada tahun 1998 sebagai penyebab rumah ditinggalkan pemiliknya. Pembeli rumah terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sehingga tidak mampu melunasi kredit rumah.
![]() |
"Kalau beli udah ambil, akad kredit. Cuman kan setiap bulannya harus bayar, gimana nyicil? Ya pada pulang kampung. Yang bisa bertahan di sini yang sudah cari kerja lagi. Kalau yang mereka ini (rumah kosong) udah pulang," ucap Toto.
Selain itu, Toto mengatakan banyak rumah sudah dibayar lunas tapi pemiliknya tinggal di luar kota. Lalu, pemilik rumah terkejut melihat kondisi rumah yang sudah tidak berbentuk setelah sekian lama ditinggalkan.
Sementara itu menurut catatan detikcom, keterangan dari salah satu tokoh masyarakat yang juga Direktur Kesekretariatan DPD KPLHI (Komite Peduli Lingkungan Hidup Indonesia) Dodon Albantani sebelum dibangun menjadi perumahan, Perum Karawang Baru merupakan lahan kebun karet.
"Kebetulan saya lahir di sini, dan orang tua pernah bekerja di sini sebagai pekerja perkebunan karet pada tahun 1991. Jadi dulu itu lahannya milik PTPN 12 dengan luas kalau tidak salah 1.200 hektar," kata dia.
Namun, dua tahun kemudian, kebun karet itu diambil alih empat perusahaan anak Presiden Soeharto, Tommy Soeharto. Kebun ini lantas dijadikan kawasan industri termasuk perumahan.
"Jadi pada masa Orde Baru, lahan perkebunan ini tidak tau mengapa bisa dikuasai oleh 4 perusahaan milik keluarga Cendana, atau Tommy Soeharto namanya itu PT Hutomo Mandala Putra, PT Graha Jati Indah, PT Adiyesta Cipta Tama, PT Sentra Bumilokatama," ujarnya.
Kemudian pada 1993 - 1997, PT Hutomo Mandala Putra resmi membangun kawasan industri mobil Timor. Tak lupa dia juga membangun perumahan Perum Karawang Baru sebagai tempat tinggal para pegawai.
Sayangnya, proyek ini terkena masalah pembayaran pajak pada tahun 1998, tepat saat Orde Baru tumbang.
"Jadi pada era reformasi ditinggal sama developer dan ternyata dari tahun 1993 pajaknya tidak terbayar," kata dia.
Setelah itu, pada tahun 2015 diakuinya Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) nya dicabut. Karena pencabutan itu, penjarahan tak terhindarkan.
Pasalnya,penghuni dan penjaga keamanan di kawasan tersebut mulai meninggalkan Perum Karawang Baru.
(dhw/dhw)