Pasangan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mengusung program 3 juta rumah. Jumlah rumah yang ditargetkan 3 kali lipat dari program Presiden Joko Widodo yakni 1 juta rumah. Menyambut program baru, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN mengusulkan skema KPR baru untuk program 3 juta rumah.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Nixon LP Napitupulu menyebut program 3 juta rumah bisa mempercepat penuntasan backlog di Indonesia.
"Backlog perumahan di Indonesia masih cukup besar 12,7 juta. Kalau pakai cara-cara biasa, nggak akan kelar. Katakan, pada 2045 saat 100 tahun Indonesia merdeka, backlog selesai. Dari sekarang butuh percepatan karena bisa diminimalisir. Artinya backlognya bisa berkurang sebanyak angka tersebut," kata Nixon saat dihubungi detikProperti, Senin (6/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan adanya peningkatan target, perlu ada perubahan skema KPR baru dari program 1 juta rumah Jokowi. Menurutnya, bergantung sepenuhnya pada APBN tidak memungkinkan karena jumlah yang akan dibangun 3 kali lebih besar sehingga membutuhkan skema APBN sektor lain untuk menopang.
"Kalau skema sekarang, angka 3 juta mungkin berat karena APBN yang harus dikeluarkan lebih besar dari sekarang. Artinya APBN sektor lain juga dibutuhkan. Supaya ngga perang kebutuhan APBN, skemanya aja yang kita perbaiki," ungkapnya.
Skema yang diusulkan adalah menggunakan pendanaan Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat seperti FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan). Sebagai informasi, mengutip dari situs Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, FLPP adalah dukungan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan kepada MBR yang pengelolaannya dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
"Untuk sementara dari pendanaan yang dikelola oleh Tapera, badan yang ditunjuk untuk pengelola keuangan perumahan dan tabungan rakyat. Skemanya kita usulkan supaya dengan uang FLPP yang sama, hasilnya kita lihat. Dari simulasinya (kelihatan) lebih gede, namun belum 3 kali lipat," sebutnya.
Di luar pendanaan dari Tapera, APBN tetap dibutuhkan meskipun besarnya tidak 3 kali lipat dari program 1 juta rumah. Menurutnya hanya sekitar 2 kali lipat saja. Oleh karena itu, perubahan skema seperti ini dapat melengkapi keterbatasan APBN.
"Selain perubahan skema, mau nggak mau adanya penambahan APBN, tapi nggak sampe 3 kali lipat," tambahnya.
Nixon menambahkan, keberhasilan program 3 juta rumah nanti bukan hanya dilihat dari skema pendanaan yang dibuat, melainkan dari pengadaan atau supply rumah tersebut. Menurutnya perlu ada bahasan dan regulasi lebih detail terkait pembangunan 3 juta rumah ke depannya. Sebab, jika rumah sulit dibangun, skema pendanaan tidak akan terealisasi.
"Menurut saya KPR itu satu hal untuk menyelesaikan dari sisi pembayaran. Tetapi ada hal lain yang harus disiapin juga. Bukan hanya dari bank tetapi dari seluruh industri perumahan dan pemerintah yakni supply. Karena dari sisi supply hanya bisa membangun 600.000 rumah per tahun. Sementara kalau 3 juta berarti 500.000 per tahun," pungkasnya.
(aqi/zlf)