Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PAN Guspardi Gaus mempertanyakan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono terkait kabar soal penggusuran rumah warga adat yang masuk ke wilayah pembangunan IKN. Menurutnya, hal tersebut seharusnya tidak terjadi walaupun surat terkait pengosongan rumah warga adat sudah ditarik kembali oleh OIKN.
"Adanya kebijakan dari pada Otorita IKN untuk menggusur, untuk 'membumihanguskan' dan terakhir saya di Baleg juga ada informasi adanya upaya-upaya Otorita membeli tanah-tanah rakyat untuk dipindahkan dari kawasan itu, itu yang terakhir, apa benar apa tidak tapi kalau yang dilansir itu sudah dibaca dan diketahui oleh publik. Hari ini kita melakukan rapat kerja tentu pada tempatnya untuk mengklarifikasi," ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Kepala OIKN dengan Komisi DPR RI, di Gedung Komisi II DPR RI, Senin (18/3/2024).
Gaus mengatakan, pihaknya telah menekankan kepada pemerintah bahwa ibu kota negara itu bukan hanya untuk pihak tertentu saja, melainkan untuk semua warga Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan masyarakat asli yang ada di situ dimarginalkan. Sebab bagaimanapun sampai detik ini pemindahan IKN masih jadi pro dan kontra, secara legalitas kita di DPR sudah mengesahkan tapi di ruang luar ini masih dipertanyakan. Tentu kita harus arif dan bijaksana terhadap sesuatu yang sangat sensitif itu. Saya berharap Pak Bambang beserta kawan-kawan fokus kepada apa menjadi nilai-nilai luhur kenapa ibu kota negara dipindahkan dari jakarta ke Ibu Kota Nusantara ini," tegasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDIP, Cornelis mengatakan sebaiknya masyarakat adat di dekat wilayah IKN benar-benar dipikirkan, jangan sampai diusir atau digusur hingga populasinya benar-benar hilang.
"Jangan kayak Aborigin atau Indian di Amerika atau Viking di Eropa, nanti tinggal nama. Ini perlu dicermati benar-benar jadi kami dayak itu jangan dimusnahkan, saya ngomong terang-terang ini. Tolong betul-betul dicermati kalau perlu inklaf," ujarnya.
Salah seorang warga Kalimantan, Ibu Rosyati menyayangkan sempat adanya surat yang dikirimkan OIKN kepada sekitar warga Pemaluan untuk segera merobohkan rumahnya dalam waktu seminggu karena dianggap melanggar RTRW pembangunan IKN. Walaupun surat tersebut sudah dicabut, Rosyati sangat kecewa hal itu terjadi.
"Masyarakat yang dulu mungkin nggak tahu ada RTRW yang baru tercipta dari pada IKN ini dan ini waktu diberikan hanya seminggu. Sayang sekali ya, kalau masyarakat sudah lama ada di sana bagaimana pola kita untuk jangan sekali-kali menindas atau menyepelekan masyarakat asli di sana. Jangan sampai terjadi seperti di Papua, Rempang, kita warga Indonesia yang berhak tinggal di tempat itu dan mempunyai sudah turun temurun tinggal di suatu daerah itu marilah kita menghormati hak asasi mereka," ungkapnya.
"Saya meminta OIKN memberikan klarifikasi kepada Komisi II," pungkasnya.
Menjawab hal itu, Kepala Otorita IKN Bambang Susantono membantah adanya penggusuran yang dilakukan secara semena-mena di sekitar IKN.
"Tidak ada penggusuran semena-mena, saya sebagai warga Sepaku, KTP saya dan istri sudah menjadi warga Sepaku, tentu melihat warga di sana sebagai warga saya, sehingga kalau ada sesuatu yang tidak berpihak pada mereka, saya akan memberikan ruang untuk mereka. Jadi kalau kemarin ada ribut-ribut, mudah-mudahan itu yang terakhir, karena kami ingin di satu sisi menjaga tata ruang yang baik dan itu harus ditata secara humanis," tuturnya.
Menurutnya, di sana masih ada beberapa bangunan yang dibangun tidak sesuai dengan tata ruang yang ada. Maka dari itu, ia meminta untuk tetap diizinkan membangun sesuai dengan tata ruang yang sudah ada.
"Saya tidak setuju mereka di-enclave kok kesannya mereka tidak menyatu dengan yang lain, justru kami inginnya mereka menjadi bagian dari yang lain dan bagaimana mereka hidup lebih baik, lebih sejahtera, misal buka warung, kita akan sediakan tempatnya tapi itu akan kami tata dengan satu kawasan yang benar-benar humanis. Itu janji kami," paparnya.
"Bulan Ramadan ini saya sampaikan kepada semua, please kita semua sosialisasikan dengan lebih baik akan banyak teman-teman yang benar-benar masuk ke masyarakat, dan kami hubungannya sangat baik dengan para tokoh masyarakat," pungkasnya.
Sebelumnya ramai kabar menyebutkan bahwa Badan Otorita IKN melalui Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara, mengeluarkan Surat Nomor : 179/DPP/OIKN/III/2024. Perihal Undangan arahan atas Pelanggaran Pembangunan yang Tidak Berijin dan atau Tidak Sesuai dengan Tata Ruang IKN pada 4 Maret 2024.
Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan Tim Gabungan Penertiban Bangunan Tidak Berizin pada bulan Oktober 2023 dan tidak sesuai dengan Tata Ruang yang diatur pada RDTR WP IKN. Dalam surat tersebut diagendakan adanya arahan Tindak Lanjut atas Pelanggaran Pembangunan yang Tidak Berizin dan Tidak Sesuai dengan Tata Ruang IKN.
Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara, juga mengeluarkan "Surat Teguran Pertama" No. 019/ST I-Trantib-DPP/OIKN/III/2024, dalam jangka waktu 7 hari warga agar segera membongkar bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan Tata Ruang IKN dan peraturan perundang-undangan.
"Ancaman badan Otorita IKN tersebut yang secara tiba-tiba hendak mengusir warga Pemaluan dengan dalih pembangunan Ibu kota, jelas adalah bentuk tindakan abusive pemerintah. Ini memperlihatkan wajah asli kekuasaan yang gemar menggusur dan mengambil alih tanah rakyat atas nama pembangunan," ujar Akademisi Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Herdiansyah Hamzah mewakili Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (14/3/2024).
Otorita IKN memberikan batas waktu selama 7 hari agar warga Pemaluan untuk segera angkat kaki dari tanah tempat mereka berpijak selama puluhan tahun. Hal ini, menurut Herdiansyah, merupakan bentuk intimidasi yang menyebar teror dan ketakutan kepada warga.
"Sama persis yang dilakukan terhadap Wadas, Rempang, Poco Leok, Air Bangis, dan lainnya," katanya.
Akan tetapi, diketahui surat terkait pembongkaran bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan Tata Ruang IKN sudah dicabut.
(abr/zlf)