Rumah yang ramah lingkungan kian diminati masyarakat. Nah, untuk kamu yang ingin membangun rumah yang ramah lingkungan bisa pakai material ini.
PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE) berkolaborasi dengan Parongpong RAW Lab membuat sebuah paviliun di pameran arsitektur ARCH:ID. Paviliun tersebut menggunakan modular dari WIKA Gedung dan dinding pengisi prototile dari Parongpong.
Metode konstruksi modular menggunakan Prefinished Volumetric Construction (PPVC) di mana rangka diproduksi dalam bentuk modul atau unit di pabrik (prefabrikasi) di luar proyek. Kemudian modul tersebut diangkut untuk dirakit menjadi sebuah bangunan. Metode ini merupakan salah satu metode konstruksi yang ramah lingkungan karena lebih sedikit menghasilkan sampah konstruksi, emisi, serta polusi udara dan suara di lapangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
WIKA Gedung sendiri telah menggunakan konstruksi modular ini pada berbagai bangunan, misalnya rumah sakit COVID-19 di beberapa daerah, PIT Building Sirkuit Internasional Mandalika, 12 Tower Hunian di IKN, dan lainnya. Modular tersebut tak menutup kemungkinan bisa digunakan pada bangunan rumah.
Dengan menggunakan konstruksi modular, proses pembangunan bisa semakin cepat karena sudah dibuat di pabrik. Selain itu, dengan konstruksi modular juga bisa dibongkar pasang dan dipindahkan.
"Produk modular kami ini juga bisa digunakan kembali ya, jadi itu juga salah satu faktor kenapa kami ramah lingkungan," kata Marketing Manager WIKA Gedung, Akhmad Ismail dalam paparannya di ARCH:ID, ICE BSD, Tangerang, ditulis Sabtu (24/2/2024).
"Sebagai contoh, kantor-kantor proyek WIKA itu menggunakan modular. Dan itu sejak 2008 sampai dengan 2023-2024 itu sudah digunakan 5 kali lebih, jadi lebih efisien," sambungnya.
Sementara untuk material pengisi yang dikembangkan oleh Parongpong RAW Lab ini menggunakan sampah daur ulang dalam bentuk tile. Sampah-sampah yang digunakan merupakan sampah konstruksi, sampah jala ikan, kopi, hingga sampah masker.
"Semua panel yang ada di sini 51%-nya adalah sampah konstruksi berupa mortar utama produknya Saint-Goban, 49%-nya adalah sampah yang kita pilih, seperti yang ini jaring, masker, dan ini kopi," ujar Eksekutif Direktur Parongpong Raw Lab Rendy Aditya Wachid.
![]() |
Prototile yang dikembangkan ini tidak hanya bisa dijadikan sebagai pengisi dinding saja, tetapi juga bisa digunakan sebagai lantai, plafon, maupun pelapis furniture seperti pada meja.
Untuk prototile tersebut memiliki ukuran 1x1 meter dengan harga Rp 1.200.000/lembar. Namun, selama pameran ARCH:ID berlangsung hingga 25 Februari, harga prototile itu dibanderol Rp 600.000 alias diskon 50%.
Penggunaan modular dan prototile ini juga bisa dibongkar pasang sesuai kebutuhan pemilik rumah, sehingga tidak menimbulkan sampah konstruksi.
Menurut Arsitek Setiadi Sopandi, dengan berkembangnya teknologi dan material ditambah lagi dengan ide-ide kreatif arsitek tentunya bisa mewujudkan bangunan yang diinginkan. Jika tidak ada perkembangan teknologi maupun material, bisa-bisa ide dari para arsitek hanya tetap menjadi mimpi belaka.
"Tapi biasanya kalau ide arsiteknya muncul tapi tidak ada sokongan dari teknologi dan material, dari bagaimana material ini bisa diadakan secara ekonomis, itu yang selalu membuat inovasi itu terwujud dan tercatat dalam sejarah, yang namanya ide itu banyak yang akhirnya kayak bunga mimpi aja yang katakanlah sebagai eksperimental pemikiran saja," tuturnya.
"Tapi yang betul-betul mengubah sejarah, mengubah bagaimana kita hidup adalah kuncinya di material. Saya rasa kalau kita mau maju ke masa depan, akan melangkah lebih jauh dari apa yang kita punya sekarang, kita harus mulai menggali inspirasi dari material-material yang menjanjikan masa depan, bukan dengan hanya mengotak-atik bentuk," pungkasnya.
(abr/abr)