Ketatnya persaingan memperebutkan kursi legislatif terkadang membuat para calon anggota legislatif (caleg) merasa tertekan hingga berujung stres, apalagi kalau ia kalah dalam perolehan suara. Apabila caleg dan pendukungnya tidak bisa menerima hasilnya, bukan tidak mungkin akan ada tindakan yang merusak, contohnya seperti di Lombok Tengah.
Belum lama ini beredar video caleg dari PSI bernama Lalu Zulyadaini dari Dapil 4 Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat diduga merusak kaca jendela rumah tetangganya pada Rabu (14/2). Penyebabnya karena tak terima kalah suara di TPS-nya sendiri.
Namun, ia telah membantah dugaan tersebut. Zulyadaini mengatakan aksi itu dilakukan oleh tim suksesnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kaca rumah itu dirusak oleh pendukung saya. Bukan saya. Yang punya rumah ini timses salah satu calon DPRD Lombok Tengah. Saya lihat ada kecurangan, saya langsung ambil tindakan, saya tarik, saya balik meja TPS itu," ucap Zulyadaini, dikutip dari detikBali, Jumat (16/2/2024).
Setelah itu, datang beberapa orang dari timses Zulyadaini. Dia kemudian meminta agar proses penghitungan suara DPRD Kabupaten/Kota dihentikan di TPS itu.
"Jadi orang itu (korban) dapat amukan massa oleh pendukung saya. Kecurangan yang dimaksud itu dia (korban) mengarahkan coblos calon dengan cara dibimbing ke TPS," pungkasnya.
Lantas, jika ada hal seperti itu, apakah pemilik rumah bisa menuntut pelaku perusakan?
Menurut Advokat Muhammad Rizal Siregar, S.H, M.H, pemilik rumah yang dirusak bisa saja membawa kasus tersebut ke ranah hukum. Perusak rumah bisa dikenakan pasal 170 KUHP karena merusak benda atau barang miliknya.
"Terkait mengenai pengrusakkan itu kan diatur dalam pasal KUHP di mana pasal pengrusakan diatur dalam pasal 170. Nah 170 itu kan terkait dengan pengrusakan benda orang lain itu merupakan bagian dari tindak pidana. Apapun yang ia lakukan dengan kesengajaan atau tidak itu merupakan bagian dari tindak pidana apabila orang tersebut merasa dirugikan atas perbuatan tersebut, itu dalam konteks hukum pidana," ujarnya kepada detikProperti.
Perusak rumah bisa dihukum penjara hingga 5 tahun lamanya. Bahkan pada pasal 170 KUHP ayat 2 disebutkan bagi yang bersalah bisa diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka.
Walau demikian, Rizal menilai dalam konteks pemilu hal seperti itu masih bisa diselesaikan dengan cara mediasi. Mediasi bisa dilakukan mulai dari tingkat RT, RW, hingga desa.
"Kalau dalam konteks yang ekstrem, seperti lalai dan kesengajaan itu ekstrem, artinya itu dalam konteks hukum positif. Namun kalau dalam konteks pemilu, yang sekarang ini kan ada penegakan hukum terpadu di mana bisa dilakukan mediasi di kantor kepala desa ataupun kelurahan yang melekat dalam peristiwa pemilu," tuturnya.
Apabila sudah dilakukan mediasi tetapi pemilik rumah masih tidak terima, bisa dilanjutkan ke ranah hukum.
"Tapi menurut saya kalau dari peristiwa caleg itu, saya kira polisi tidak mau untuk meneruskan itu. Dia (polisi) lebih kepada untuk melakukan mediasi untuk memberikan solusi walaupun ada tindak pidana dibalik peristiwa itu," pungkasnya.
(abr/zlf)