Setiap tahun kebutuhan rumah baru terus meningkat peminatnya. Sayangnya permintaan tersebut tidak diikuti dengan kesanggupan masyarakat untuk membelinya.
Rumah yang murah biasanya ditemukan di lokasi yang jauh dari fasilitas publik dan terisolasi dari mana pun. Masalahjnya tidak setiap orang memiliki kemampuan untuk memiliki kendaraan pribadi.
Sebenarnya apa yang mendasari sulitnya ketersediaan rumah di Indonesia terutama di area yang ramai? Apa saja hambatan dan tantangan yang menghalangi sekarang semakin sulit mendapatkan rumah layak di Indonesia?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pakar tata kota, Yayat Supriyatna, mengatakan terdapat 2 faktor yang menghambat ketersediaan rumah saat ini yakni penyediaan tanah dan perumahan serta daya beli yang rendah.
Harga tanah yang semakin mahal saat ini membuat harga rumah juga semakin membengkak. Sehingga untuk mendapatkan rumah tapak harus mengeluarkan dana yang besar.
"Mahalnya harga tanah berimplikasi pada mahalnya harga rumah. Jadi otomatis itu pengaruh terbesar," ungkap Yayat saat dihubungi detikProperti pada Senin (5/2/2024).
Maka dari itu, pemerintah mulai membangun rumah susun (rusun) sebagai alternatif hunian layak dengan biaya sewa yang lebih murah. Rusun juga memakai lahan yang tidak terlalu luas karena dibangun vertikal.
Hambatan kedua sulitnya mendapatkan hunian baru adalah daya beli yang rendah. Biaya pembangunan yang besar pasti membutuhkan penghuni yang dapat segera menempati rumah tersebut agar bisnis mereka berjalan.
Sementara di lapangan, banyak orang membutuhkan rumah tetapi tidak memiliki kesanggupan untuk mengambil kredit rumah karena gajinya habis untuk keperluan sehari-hari.
"Kelompok dengan penghasilan menengah ke bawah untuk mendapatkan penyediaan rumah secara formal mereka berusaha secara sendiri-sendiri. Untuk masalah properti penyediaan secara KPR memang agak sulit," ujarnya
Yayat menilai cara untuk meningkatkan daya beli rumah bisa dengan bantuan pemerintah lewat program subsidi. Dia juga menyarankan untuk instrumen pembayarannya bisa menggunakan skema FLPP yang memiliki suku bunga rendah.
"Pertama harus ada semacam bentuk subsidi. Rumah dengan FLPP sudah bentuk subsidi dalam bentuk suku bunga dapat membantu masyarakat mendapatkan rumah dengan suku bunga rendah," ucapnya.
Di samping subsidi, daya beli dapat terdongkrak apabila rumah tersebut memiliki infrastruktur yang lengkap seperti jalan, air minum, dan telekomunikasi.
"Kedua selain subsidi harga, ada subsidi dalam penyediaan infrastruktur. Seperti tersedia jalan, ada jaringan air minum, listrik, telekomunikasi. Sehingga tidak dari 0. Semakin bagus infrastruktur di lapangan, semakin bagus rumah," jelasnya.
Kemudahan mendapatkan transportasi umum juga menjadi nilai tambah rumah dapat terjual dengan cepat.
"Bagaimana menyediakan rumah dengan tempat bekerja sehingga fasilitasnya terjangkau. Landed house diminati tetapi lokasinya jauh. Bagaimana lokasi tersebut dihubungkan dengan transportasi publik yang baik juga," tambahnya.
Sementara itu, tantangan dalam proses penyediaan rumah saat ini adalah pertumbuhan demografi yang cepat. Demografi sendiri adalah statistik populasi manusia dalam suatu wilayah.
Peningkatan jumlah populasi ini tidak diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang merata. Sehingga rasanya mustahil untuk membeli rumah tapak dengan gaji bulanan mereka tidak seberapa.
Alhasil banyak masyarakat memilih untuk mengontrak atau tinggal di rumah sewa sembari menabung untuk memiliki rumah.
"Milenial yang pendapatannya terbatas. Sementara harga rumah semakin mahal. Sehingga ada gap yang cukup besar antara penghasilan dengan harga rumah," katanya.
(zlf/zlf)