Saat ini, Indonesia tengah membangun ibu kota baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Dengan adanya ibu kota baru yang diberi nama Ibu Kota Nusantara ini, pusat pemerintahan di Jakarta akan berpindah.
Indonesia bukan negara satu-satunya yang tengah memindahkan ibu kota. Baru-baru ini, Mesir juga memindahkan ibu kotanya dari Kairo ke hamparan gurun pasir.
Kedua proyek strategis ini menelan biaya yang sangat besar hingga ratusan triliun. Tak hanya itu, proses pembangunannya juga dilakukan secara beberapa tahap hingga puluhan tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti apa rencana pembangunan ibu kota baru di Indonesia dan Mesir? Ini informasinya.
Pembangunan Ibu Kota Baru di Indonesia
Indonesia sedang membangun Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara sebagai ibu kota baru pengganti DKI Jakarta. Pada hitungan sementara, untuk membangun IKN ini membutuhkan biaya hingga Rp 466 triliun.
Dalam catatan detikcom, hal itu disampaikan oleh Presiden Joko Widodo. Ia menjelaskan, dari hitungan sementara itu, biaya Rp 466 triliun bisa berasal dari berbagai sumber, bisa dari APBN, kemitraan pemerintahan dengan swasta atau Public Private Partnership (PPP), Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), maupun skema-skema lainnya.
"Hitungan sementara Rp 466 triliun, itu kurang lebih 19-20% itu nanti berasal dari APBN, dan sisanya bisa dari PPP, berasal dari KPBU, berasal bisa dari murni investasi sektor swasta, bisa juga dari BUMN, atau bisa juga menerbitkan obligasi publik, semua bisa dilakukan," tutur Jokowi pada 2022 silam.
Untuk diketahui, berdasarkan UU IKN, tahapan pemindahan IKN dibagi ke dalam 5 fase. Fase pertama (2020-2024) pembangunan miniatur penyelenggara pemerintahan. Fase kedua, (2025-2029) pengembangan shared office di IKN. Fase ketiga (2030-2039) pengembangan agile government. Fase keempat (2035-2039) pembangunan Kota Cerdas Industri 4.0, dan fase kelima (2040-2045) Pembangunan Kota Cerdas dengan Artificial Intelligence.
Saat ini, masih dilakukan pembangunan di kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP), seperti pembangunan Istana Presiden, Kantor Presiden, Kantor Kementerian, rumah susun atau rusun untuk ASN-Hankam, rumah tapak jabatan menteri, dan lainnya. Di sana juga sedang dibangun berbagai bangunan, seperti hotel, superblok, mal, apartemen, dan lainnya.
Pembangunan Ibu Kota Baru di Mesir
Mesir saat ini juga sedang membangun ibu kota baru yang mewah di gurun pasir 45 km atau 28 mil dari timur Kairo. Pada 2019, Pemerintah Mesir menetapkan biaya pembangunan ibu kota baru mencapai US$ 58 miliar atau sekitar Rp 900,5 triliun (kurs Rp 15.500).
Menurut Presiden Abdel Fattah El Sisi, pembangunan ibu kota ini menjadi megaproyek terbesar dalam rangka pembangunan ekonomi dan mengakomodasi pertumbuhan populasi sebesar 105 juta jiwa.
Dibangun di atas tanah kosong, kota ini dirancang untuk menjadi model teknologi tinggi bagi masa depan Mesir. Pemerintahan Mesir menginginkan program ini dapat menyerap sebagian dari populasi Mesir yang diperkirakan tumbuh sebesar 1,6% per tahun.
Meskipun laju pengerjaan tampak melambat akhir-akhir ini, tahap pertama ibu kota baru ini sudah mencakup menara yang tertinggi di Afrika dengan 70 lantai, gedung opera dengan lima aula, masjid besar, dan katedral terbesar di Timur Tengah.
"Ada juga kereta listrik dari Kairo timur mulai beroperasi pada musim semi lalu dan monorel layang akan dimulai pada kuartal kedua tahun ini," kata Khaled Abbas, Ketua Ibukota Administratif untuk Pembangunan Perkotaan (ACUD) dikutip dari Reuters, Selasa (9/1/2024).
Selain itu, sebanyak 100.000 unit rumah telah selesai dibangun dan 1.200 keluarga telah pindah. Bank-bank besar dan perusahaan bisnis lainnya akan memindahkan kantor pusat pada kuartal-I tahun 2024. Adapun pegawai pemerintah akan pindah pada bulan Juli mendatang.
Abbas menargetkan pembangunan infrastruktur fase kedua menelan biaya sekitar 250-300 miliar Pound Mesir atau sekitar Rp 125-150 triliun (kurs Rp 500). Adapun, pengerjaan fase kedua akan dilakukan pada akhir tahun ini hingga 2027.
Untuk membantu biaya pembangunan yang tinggi, ACUD berencana untuk melepas 5-10% sahamnya di bursa pada akhir 2024 dalam penjualan yang dapat menghasilkan 150-200 miliar Pound Mesir atau sekitar Rp 75-100 triliun.
"Dalam 6 bulan kami akan siap mengambil keputusan untuk masuk ke pasar saham," ujarnya.
(abr/zul)