Jerman sedang mengalami krisis rumah. Hal ini berdampak pada mahasiswa asing yang sedang menuntut ilmu di negara tersebut, mereka kesulitan menyewa kos-kosan.
Dikutip dari Deutsche Welle (DW), Rabu (27/12/2023), langkanya rumah di Jerman membuat Asosiasi Mahasiswa di GΓΆttingen menyewa hotel untuk menampung mahasiswa baru selama beberapa minggu.
Sementara itu, di MΓΌnchen harga sewa apartemen mencapai 720 Euro atau sekitar Rp 12 juta (kurs Rp 17.000). Karena cukup mahal, sebuah perkemahan menawarkan diskon bagi mahasiswa yang belum dapat apartemen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Umumnya harga sewa apartemen di Jerman berkisar 6,5-7,5 Euro per meter persegi (m2) atau sekitar Rp 110-127.513. Namun, kini dengan harga tersebut sudah tidak ditemukan di pinggiran kota Berlin. Bahkan, di MΓΌnchen harga sewa apartemen 19 Euro per m2 (Rp 323.000), di Stuttgart 18 Euro per m2 (Rp 306.000), di Dusseldorf dan Cologne 12-13 Euro per m2 (Rp 204-221.000), dan di Berlin 11 Euro per m2 (Rp 187.000).
Dari hasil penelitian Institut Penelitian Eduard Pestel awal tahun ini, Jerman kekurangan sekitar 700.000 apartemen, terutama pada hunian terjangkau. Minimnya ketersediaan kamar atau rumah membuat harga sewa bulanan semakin tinggi.
Komite Umum Mahasiswa (AStA), Thomas Schmidt membenarkan mahasiswa kesulitan mencari kamar sewa.
"Sebagian mampu menyewa kamar dengan jaminan keuangan dari orang tuanya. Tapi situasinya sangat sulit bagi mahasiswa asing karena mereka sering kali tidak bisa menyerahkan jaminan semacam itu," kata Schmidt, dikutip dari DW.
Di sisi lain, Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Mahasiswa Jerman DSW Stefanus Grob menyebutkan jumlah mahasiswa di Jerman meningkat 2,9 juta dalam 12-15 tahun terakhir. Menurutnya, kegagalan pemerintah berinvestasi untuk membangun infrastruktur yang memadai menyulitkan Jerman menampung mahasiswa lebih banyak lagi.
"Kami khawatir bahwa kita sedang bergerak ke arah masyarakat dua kelas, dengan orang kaya yang mampu membiayai pendidikan di manapun, dan mereka yang tidak mampu, dan ini bisa menjadi bencana karena uang yang menentukan di mana mahasiswa bisa belajar, bukan lagi seberapa pintar mereka," ujarnya.
Mengatasi hal tersebut, tahun ini pemerintah Jerman memberikan subsidi 500 juta Euro (Rp 8,5 triliun) untuk mahasiswa dan anak-anak muda untuk mendapatkan rumah sewa. Menurut Kementerian Perumahan Jerman, subsidi tersebut akan dianggarkan lagi pada 2024 dan 2025.
Hal itu disambut baik oleh DSW. Akan tetapi, DSW khawatir hal tersebut bisa membantu ribuan mahasiswa yang terancam jadi tunawisma pada semester musim dingin ini.
"Mahasiswa bersaing untuk mendapatkan akomodasi dengan kelompok sosial seperti kaum manula, keluarga muda dan keluarga berpenghasilan rendah, pengungsi, dan lain-lain, apa yang kita bahas bukan cuma masalah bagi sistem pendidikan tinggi, tapi masalah sosial," ujar Grob.
Dengan adanya subsidi tersebut, menurut Asosiasi Mahasiswa Berlin, sebanyak 200.000 mahasiswa di Jerman melamar untuk mendapat kamar di asrama. Rata-rata, setiap mahasiswa harus menunggu tiga semester sebelum bisa mendapatkan kamar bersubsidi di asrama.
"Banyak mahasiswa yang pindah ke pinggir kota, atau bahkan di luar negara bagian dan bersedia untuk pulang-pergi setiap hari," tutur Jana Judisch dari asosiasi di Berlin.
(abr/abr)