Keberadaan museum agraria dapat membantu para pemangku kepentingan lebih cermat dalam menentukan kebijakan agraria. Dengan memahami sejarah pertanahan Indonesia melalui museum agraria, kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bisa lebih tepat sasaran.
Demikian yang disampaikan oleh Dirjen Penataan Agraria Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Dalu Agung Darmawan, dalam keterangan pers tertulis yang diterima detikcom, Selasa (3/10/2023) kemarin.
"Proses penilikan sejarah tersebut tentunya akan membantu para pemangku kepentingan untuk secara lebih cermat dalam menentukan kebijakan agraria," papar Dalu Agung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalu Agung menilai bahwa pendirian museum agraria merupakan suatu upaya untuk memfasilitasi pelaksanaan reforma agraria dalam konteks pembangunan berkelanjutan.
Hal ini karena museum dapat menjadi media untuk mendokumentasikan sejarah kelembagaan dan kebijakan agraria/pertanahan dari masa pra kemerdekaan sampai dengan pasca reformasi saat ini. Perubahan kelembagaan dan kebijakan yang sangat dinamis tersebut dapat terdokumentasi dengan baik di dalam museum agraria.
Diketahui bahwa pada Rabu (27/9), Dalu Agung baru saja menjalani sidang promosi doktor di SB-IPB University dan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude. Dalam penelitian disertasinya, dia mengangkat topik "Penataan Ulang Kelembagaan dalam Menghadapi Perubahan Lingkungan Strategis di Bidang Agraria/Pertanahan dan Tata Ruang".
Menurut Dalu Agung, keberadaan museum agraria akan mempermudah bagi para pelaku reforma agraria untuk dapat melihat ulang lintasan sejarah agraria yang selama ini belum terekam dengan baik secara terpadu.
"Selalu tersisa gap antara niat ideal dan praktik implementasinya. Di antara faktor penentu utamanya adalah jenis kepemimpinan dan political will dari pemerintah," katanya.
Untuk itu, selain konsep dan desain perencanaan pembangunan dan program-program nasional agraria yang baik, diperlukan juga suatu mekanisme politik yang lebih demokratis dalam pemilihan pemimpin politik yang selaras dengan kebutuhan dan kewenangan kelembagaan.
"Bukan semata pertimbangan politik pragmatis kekuasaan," tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa dorongan dari kekuatan kelompok penekan, baik jaringan media, masyarakat sipil, dan kalangan akademisi penting dilakukan lebih signifikan dengan menjadi mitra kritis pemerintah.
"Tujuannya untuk memastikan political will pemerintah semakin kuat dalam menjalankan mandat konstitusinya, khususnya dalam bidang agraria, pertanahan dan tata ruang," pungkasnya.
Buat detikers yang punya permasalahan seputar rumah, tanah atau properti lain, tim detikProperti bisa bantu cari solusinya. Kirim pertanyaan kamu vie email ke redaksi@detikproperti.com dengan subject 'Tanya detikProperti', nanti pertanyaan akan dijawab oleh pakar.
(dna/dna)