Revisi Undang-undang tentang perubahan Undang-undang Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negera (IKN) Nusantara telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini melalui rapat paripurna. Adapun, rapat ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad bersama Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel hingga Lodewijk F Paulus.
Sebelum diresmikan, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia memberikan pernyataan kepada Anggota Dewan bahwa ada tujuh fraksi di DPR yang menyetujui Revisi UU itu dibawa ke paripurna, sementara Demokrat menyetujui dengan catatan dan PKS menolak.
Dasco lalu menanyakan kepada para peserta rapat apakah revisi UU IKN dapat disetujui atau tidak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selanjutnya kami akan menanyakan kepada setiap fraksi apakah RUU tentang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) dapat disetujui menjadi undang-undang?" tanya Dasco dalam rapat paripurna di Ruang Sidang Paripurna, Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (3/10/2023).
"Setuju," jawab peserta rapat.
Sebagai informasi, terdapat beberapa pokok perubahan dalam revisi UU IKN ini, di antaranya yaitu penguatan terhadap kewenangan khusus otorita IKN agar bisa menjalani tugas fungsinya dengan secara efektif, penguatan terhadap aspek pertanahan di IKN, memberikan kewenangan kepada otorita IKN sebagai pengelola anggaran dan barang, pengisian jabatan pratama di otorita.
Selain itu, ada juga dukungan penyelenggaraan perumahan dalam rangka percepatan penyelenggaraan hunian, penyempurnaan batas wilayah IKN, penegasan pengaturan tata ruang di IKN, pengawasan, pemantauan, dan peninjauan oleh DPR RI, lalu jaminan keberlanjutan pembangunan IKN.
Penggunaan Lahan Bisa Sampai 95 Tahun Secara Bertahap
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menuturkan, meski RUU IKN telah disahkan, masih ada beberapa hal yang kerap dipertanyakan ke pihaknya. Salah satu contohnya soal tanah hak guna usaha (HGU) di atas Hak Pengelolaan (HPL) yang bisa mencapai 95 tahun. Hal itu, kata Suharso tidak diberikan secara sekaligus, tetapi secara bertahap.
"Jadi kalau dalam penjelasannya itu disebutkan bahwa itu tidak secara otomatis sekaligus (95 tahun), tetapi secara bertahap. 35 tahun pertama, kemudian 25 tahun diperpanjang, lalu kemudian 35 tahun berikutnya diperbaharui. Jadi tidak sekaligus," tuturnya kepada wartawan usai Rapat Paripurna.
"Meskipun Undang-undang ini sifatnya lex specialis (Undang-undang yang khusus), tetapi kita tidak mengesampingkan hal-hal yang seperti ini dan hal yang mana juga berlaku di dalam Undang-undang Cipta Kerja," lanjutnya.
Meski demikian, ia sangat bersyukur akhirnya Revisi UU IKN ini dapat disahkan oleh DPR RI walau dalam perjalanannya terdapat berbagai perdebatan.
"Banyak hal dalam perdebatan dalam forum, termasuk di dalam ketika kami menyampaikan ke publik mengenai gagasan ini dan sampai pada final hari ini. Jadi, kami ingin mengucapkan alhamdulillah itu telah dicapai," katanya.
(abr/zlf)