Afrika dikenal sebagai benua yang memiliki iklim panas. Di benua terbesar kedua di dunia ini, rumah-rumah dibangun dengan lumpur, bukan beton. Kenapa, ya?

Melansir Minute Africa, Selasa (19/9/2023), lumpur memiliki massa termal yang lebih tinggi daripada beton. Semakin tinggi massa termal, semakin lama pula menghantarkan panas. Oleh karena itu, rumah berbahan dasar lumpur dapat tetap sejuk meskipun berada di cuaca yang panas ekstrem.

Di sebuah desa di Burkina Faso, Sanon Mousa, seorang pensiunan pustakawan sekolah, dengan bangga memperlihatkan rumahnya yang terbuat dari lumpur.

"Lumpur ini akan membuat kita tetap sejuk. Oli motor, tanah liat, dan kotoran sapi akan membuat kita tetap kering. Kami telah menyempurnakan ini," kata Mousa kepada National Geographic, dikutip detikcom, Selasa (19/9/2023).

Benar saja, suhu di dalam rumah tersebut lebih dingin 25 derajat daripada suhu luar. Mousa mengatakan bahwa rumahnya bukan hanya tempat tinggal biasa, tetapi juga warisan dan identitasnya sebagai seorang warga desa.

Untuk ketebalan tertentu, dinding lumpur mampu menyerap dan menyimpan panas yang kemudian hilang saat suhu di luar turun pada malam hari. Sebaliknya, beton yang tipis dan berongga memungkinkan panas masuk dengan mudah sehingga ruangan menjadi cepat panas. Ini adalah salah satu alasan mengapa rumah-rumah berbahan dasar lumpur tetap menjadi pilihan yang bijak di wilayah-wilayah bercuaca panas di Afrika.

"Kenyataannya, konstruksi semen memang elbih mewah. Tapi itu adalah mewah yang buruk. Itu tidak menghasilkan kenyamanan," kata Francis Kéré, arsitek kelahiran Burkina Faso dan pelopor arsitektur ramah lingkungan yang terkenal di seluruh dunia, dikutip dari National Geographic, Selasa (19/9/2023).

Sayangnya, di tengah dorongan untuk modernisasi, banyak rumah-rumah tradisional di Afrika yang beralih menggunakan beton. Beton mungkin terkesan lebih mewah, tetapi penggunaannya juga berkontribusi pada masalah perubahan iklim.

Proses pembuatan semen, bahan utama beton, menghasilkan sekitar 8% emisi karbon dioksida global. Di saat yang sama, rumah-rumah berbahan dasar lumpur memiliki kemampuan unik dalam menjaga suhu di dalamnya tetap sejuk, bahkan tanpa penggunaan pendingin udara.

Upaya melestarikan tradisi bahan konstruksi ini juga menghadapi tantangan. Beberapa faktor, seperti perubahan selera estetika dan kehidupan yang lebih individualistis telah mendorong masyarakat beralih ke beton.

Selain itu, arus urbanisasi yang begitu pesat juga menjadi kendala. Hal ini karena penggunaan lumpur dalam pembangunan kota yang padat dan tidak terencana seringkali tidak memungkinkan penggunaan aliran udara alami dan teknik pendinginan tradisional.

Tantangan tersebut tidak membuat para arsitek dan komunitas lokal di Afrika gentar. Mereka tetap berkomitmen untuk mempromosikan penggunaan lumpur sebagai bahan konstruksi yang dinilai lebih efisien dan ramah lingkungan. Rumah-rumah berbahan lumpur bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga simbol identitas dan komitmen dalam menjaga lingkungan di tengah perubahan iklim yang semakin esktrem.

Buat detikers yang punya permasalahan seputar rumah, tanah atau properti lain, tim detikProperti bisa bantu cari solusinya. Kirim pertanyaan kamu vie email ke redaksi@detikproperti.com dengan subject 'Tanya detikProperti', nanti pertanyaan akan dijawab oleh pakar.