Memiliki tempat tinggal, baik itu rumah maupun apartemen, memang menjadi kebutuhan. Salah satu cara untuk memilikinya adalah dengan membelinya.
Untuk pembeliannya, bisa dilakukan melalui developer atau pengembang maupun selain pengembang. Nah, proses pembeliannya bisa dilakukan dengan beberapa cara, mulai dari tunai, kredit pemilikan rumah (KPR), non-KPR, dan lainnya. Sebagai informasi, angsuran non-KPR adalah angsuran untuk pembayaran kredit pemilikan rumah/bangunan tempat tinggal yang sumbernya dari lembaga keuangan yang bukan diperuntukkan sebagai pembiayaan KPR.
Berdasarkan Statistik Perumahan dan Permukiman 2022 BPS, sebanyak 52,85% rumah tangga yang menempati rumah/bangunan tempat tinggal dengan status kepemilikan milik sendiri dan memperolehnya dengan cara membeli dari pengembang atau bukan pengembang membeli rumah/bangunan tempat tinggalnya secara tunai. Cara membeli tunai memiliki persentase tertinggi dibandingkan dengan angsuran KPR (36,08%), non-KPR (10,39%), atau cara lainnya (0,68%).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun, pembelian hunian dengan cara tunai ini lebih banyak ditemukan di daerah pedesaan (85,49%) dibandingkan di daerah perkotaan (47,63%). Sebaliknya, rumah tangga yang membeli rumah dengan angsuran KPR lebih banyak ditemui di daerah perkotaan (41,30%) dibandingkan dengan di pedesaan (3,44%).
Hal itu karena harga rumah di daerah perkotaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan di pedesaan membuat cara membeli rumah dengan mengangsur lebih umum di perkotaan. Hal ini juga dapat terjadi karena perumahan lebih banyak dibangun di daerah perkotaan dibandingkan di pedesaan.
Cara rumah tangga dalam membeli rumah sangat ditentukan oleh status ekonomi rumah tangga. Akses terhadap KPR biasanya terbatas untuk rumah tangga dengan penghasilan tetap. Untuk bisa mendapatkan KPR, salah satu syarat yang harus dilampirkan adalah keterangan penghasilan atau slip gaji atau berupa laporan keuangan bagi wirausahawan.
Adapun persentase tertinggi rumah tangga yang menempati rumah dengan status kepemilikan milik sendiri dan memperoleh rumah dengan membeli dari pengembang atau bukan pengembang dengan cara membeli melalui angsuran KPR terdapat pada rumah tangga dengan status ekonomi tertinggi atau kuintil 5 (42,84%). Persentase tersebut makin rendah seiring dengan makin rendahnya status ekonomi rumah tangga.
Untuk mengatasi kesenjangan pada rumah tangga dalam mengakses perumahan, pemerintah telah meluncurkan berbagai program, salah satunya adalah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang ditujukan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan Masyarakat Berpenghasilan Menengah Bawah (MBM) untuk mendapatkan bantuan pembiayaan perumahan.
Meskipun pembelian rumah atau bangunan tempat tinggal secara tunai menunjukkan persentase yang tinggi pada rumah tangga dengan status ekonomi rendah atau kuintil 1 (77,79%), namun hal tersebut perlu dihubungakan lebih lanjut dengan wilayah, kondisi tempat tinggal, maupun kelayakan rumah/bangunan tempat tinggal yang dibeli.
Di sisi lain, terkait pembelian tempat tinggal melalui KPR, jika dilihat secara nasional rata-rata lama jangka waktu KPR sekitar 13 tahun dengan besaran angsuran rata-rata sebesar Rp 1.624.921,81 per bulan.
Buat detikers yang punya permasalahan seputar rumah, tanah atau properti lain, tim detikProperti bisa bantu cari solusinya. Kirim pertanyaan kamu vie email ke redaksi@detikproperti.com dengan subject 'Tanya detikProperti', nanti pertanyaan akan dijawab oleh pakar.
(zlf/zlf)