Angka backlog atau kurangnya pasokan rumah di Indonesia masih cukup tinggi yang mencapai 12,1 juta unit. Untuk itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus mencari cara untuk menekan angka tersebut.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan akan bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Sebab, salah satu visi Indonesia tahun 2045 sudah tidak ada backlog.
"Kalau itu saya tunggu Bappenas saja. Kalau sampai 2045 itu perencanaannya makro jadi itu kita ikuti strategi dari Bappenas," tuturnya di Hotel Sheraton, Jakarta Selatan, ditulis Kamis (10/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menuturkan, anak-anak muda saat ini sulit membeli rumah. Maka dari itu, salah satu peran pemerintah di sini adalah menyediakan subsidi agar masyarakat dapat membeli rumah.
"Anak-anak sekarang itu nggak akan bisa beli rumah. Saya nggak akan mampu beli rumah walau sekarang sudah kerja karena... (apalagi) tidak kerja. Jadi harus ada subsidi rumah," paparnya.
Saat ini, pemerintah memberikan bantuan bebas pajak untuk rumah sederhana yaitu untuk hunian sekitar Rp 200 juta. Basuki menyebutkan, ada kemungkinan untuk melebar kan subsidi bebas pajak atau PPN untuk hunian dengan harga hingga Rp 300 juta.
"Itu mungkin saja," katanya.
"Nanti saya akan bicarakan dengan Menteri Keuangan," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengungkapkan Indonesia masih mengalami backlog perumahan alias kurang pasok rumah sebanyak 12,1 juta unit. Jokowi meminta pengembang menangkap hal ini sebagai peluang.
"Backlog di Indonesia masih 12,1 juta. Itu adalah peluang," ujar Jokowi saat membuka Musyawarah Nasional Real Estat Indonesia (REI), di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (9/8/2023).
Dikatakan Jokowi, hal ini mesti segera teratasi dengan pasokan rumah. Pasalnya di waktu bersamaan juga ada penambahan kebutuhan rumah seiring dengan lahirnya keluarga baru.
"Pertumbuhan KK baru 700-800 ribu KK per tahun. Jadi kalau nanti anggota REI nambah, karena kesempatannya masih banyak. Dan paling penting karena kinerja ekonomi kita juga baik," ujar Jokowi.
(dna/dna)