Negeri sakura Jepang tengah menghadapi fenomena unik dimana banyak Akiya bertebaran. Mengutip Cheap Houses Japan, kata Akiya secara harfiah diterjemahkan sebagai rumah kosong, yang mungkin memiliki atau tidak memiliki kepemilikan yang dapat dilacak.
Akiya menjadi fenomena yang semakin lazim di Jepang, khususnya di pulau-pulau kecil Shikoku dan Kyushu, di mana beberapa prefektur tercatat memiliki hampir 20% rumah kosong di setiap kawasan.
Apa penyebabnya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip Kokoro JP, Kamis (27/7/2023), ada sejumlah hal yang memicu banyknya jumlah Akiya di Jepang, di mana jumlahnya terus mengalami peningkatan.
1. Penurunan Populasi
Dalam statistik tentang penuaan masyarakat dan terkait dengan perkembangan demografis yang tidak menguntungkan, tercatat, pertumbuhan penduduk Jepang mencapai puncaknya sekitar tahun 2010 dengan 128.057 juta penduduk. Sejak itu, populasi Jepang terus menurun.
Menurut statistik dari Biro Statistik Jepang pada tahun 2018, populasi Jepang telah menurun menjadi 126.443.000 orang pada tahun itu. Menurut perkiraan oleh National Institute for Population and Social Security Research, populasi Jepang mungkin hanya sekitar 87 juta pada tahun 2060.
Angka ini konsisten dengan perkiraan bahwa total populasi Jepang akan turun di bawah 90 juta pada sekitar 40 tahun dan terendah 50 juta setelah 100 tahun berikutnya.
2. Urbanisasi
Masalah sosial-politik global lainnya yang juga sangat relevan di Jepang adalah eksodus pedesaan dimana kaum muda semakin terdesak ke kota-kota, terutama kota-kota besar.
Di Jerman, hal ini sejauh ini hanyalah fenomena marjinal, tetapi di Jepang, hal ini telah menjadi masalah serius.
3. Kebijakan Bunga Murah
Faktor lain yang mendorong kenaikan jumlah Akiya adalah kebijakan insentif kredit pemilikan rumah (KPR).
Kebijakan ini cenderung mempermudah pembelian rumah baru dan dengan demikian berkontribusi pada hilangnya bangunan 'rumah lama' dari pasar perumahan.
4. Kebijakan Pajak 'Rumah Lama'
Di Jepang, ada insentif pajak justru membuat orang meninggalkan rumah bobrok dan kosong dan bukan menghancurkannya.
Hal itu terjadi karena pajak properti untuk tanah terlantar lima kali lebih tinggi daripada tanah terbangun.
(dna/dna)