Kamu pasti pernah mendengar jika bangunan di Bali tidak boleh lebih dari tinggi pohon kelapa. Ternyata, ada aturan lain soal rumah adat Bali lho, yakni tinggi bangunannya disesuaikan dengan badan penghuninya.
Menurut Arsitek Denny Setiawan orang Bali akan membangun rumah dengan patokan tinggi badan tertinggi penghuni rumah tersebut. Bukan hanya tinggi pintu yang disesuaikan, lebarnya juga mengikuti besar tubuh penghuninya.
"Mereka punya jengkal, ukuran itu berdasarkan beberapa jengkal atau mereka sebutnya sebagai istilahnya depak. Jadi mereka mengukurnya berdasarkan jengkal. Jadi tinggi pintu, lalu lebar pintu, dan lebar ruang itu berdasarkan ukuran dari manusia yang menghuninya, yang paling tinggi," jelas Denny kepada detikProperti pada Rabu (20/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usut punya usut, alasannya untuk kenyamanan penghuninya sehingga tidak ada yang terlalu pendek pintu masuknya, atau terlalu lebar.
Kemudian, rumah adat Bali juga rata-rata hanya terdiri dari satu lantai saja. Agar kebutuhan ruang mereka terpenuhi, mereka membangun beberapa bangunan di lahan yang sama. Bahkan dapur berada di luar bangunan utama.
Model pembangunan rumah seperti ini diterapkan berdasarkan konsep asta kosala kosali yakni tata cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci.
Dalam konsep ini, rumah adat Bali dibangun memperhatikan sudut dan arah mata angin. Kebanyakan ruangan di rumah Bali menghadap ke Gunung Agung yang dianggap suci oleh orang Hindu. Selain Gunung Agung, ada pula ruangan yang menghadap ke Tanah Lot.
"Masyarakat Bali itu sangat akrab dengan alam. Mereka sangat sederhana. Mereka sangat hormat terhadap leluhur sesuai dengan kepercayaan Hindu yang mereka anut. Mereka juga punya kepercayaan yang mereka sebut sebagai Tri Hita Karana. Jadi Tri Hita Karana itu keharmonisan antara manusia, lalu kita sesama dengan alam atau dengan Tuhan," ujar Denny.
Hingga saat ini, rumah adat Bali masih mudah ditemukan terutama di daerah pedalaman seperti Buleleng, Kintamani, dan beberapa bagian Tabanan.
(aqi/das)