.webp)
Rumah bambu yang biasa disebut Dancing Mountain House ini merupakan karya dari arsitek lokal Budi Pradono Architects. Desain rumah bamboo ini berhasil memenangkan penghargaan Arcasia Architecture Awards (AAA) 2016 sebagai residensial terbaik seantero Asia.
Melansir dari situs resmi, Budi Pradono mendesain rumah bambu dengan memasukkan unsur-unsur topografi daerah sekitar. Sebab, rumah ini berdiri di pegunungan, tepatnya ketinggian 2000 mdpl dan terletak di punggung Gunung Merbabu serta dikelilingi beberapa gunung lainnya seperti Gunung Merapi dan Gunung Telomoyo. Kawasan ini memiliki rata-rata suhu sekitar 17-22°C. Maka dari itu, desainnya perlu ada penyesuaian dengan alam sekitar.
Selain itu, pemilik rumah ini adalah seorang akademisi, seorang pensiunan dosen. Di rumah itu juga diminta ada perpustakaan untuk menyimpan koleksi buku penghuninya. Melihat rumah tersebut akan lebih banyak dipakai untuk menghabiskan waktu luang, desainnya pun dibuat nyaman dengan cahaya yang maksimal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mendapatkan bangunan yang berbaur dengan alam dan cocok dengan kebutuhan penghuninya, Budi memilih menggunakan bahan-bahan sederhana seperti bambu, tanah liat, batu, dan batu bata. Pengerjaannya berlangsung selama 2 tahun oleh kontraktor lokal.
 Dancing Mountain House. Foto: Fernando Gomulya via Dezeen |
"P House (Dancing Mountain House) menggunakan teknologi asli (low-tech) oleh masyarakat yang ahli dalam sistem struktur bambu dan pengerjaan batu lokal," tulis Budi Pradono dikutip, Kamis (18/7/2024).
Secara teknis, pembangunannya memadukan teknik lama dan baru dalam pemanfaatan bambu pada bagian atap, rangka bangunan, lantai kamar tidur. Kemudian untuk penggunaan batu dan bata pada bagian dinding.
Melansir dari Dezeen, bagian atap rumah bambu Dancing Mountain House dibuat mengerucut. Jika biasanya atap rumah di Indonesia sedikit miring agar air hujan tidak menggenang di atas, tetapi rumah satu ini atapnya mengerucut seperti bentuk gunung. Namun, sisi yang mengerucut adalah gabungan dari 5 segitiga dari bambu.
Total ada 5 atap bambu yang arah dan bentuk kerucutnya berbeda-beda. Jika dilihat dari belakang bentuknya seperti zig-zag dan tidak seragam. Ternyata makna dibaliknya adalah menggambarkan kesatuan beberapa rumah desa.
 Dancing Mountain House. Foto: Fernando Gomulya via Dezeen |
"Proyek ini berupaya menafsirkan rumah-rumah Jawa secara berlipat ganda dari kejauhan, tampak seperti rumah-rumah di desa-desa sekitarnya," kata Budi Pradono dilansir dari Dezeen.
Keunggulan dari desain Dancing Mountain House yang diakui oleh Arcasia adalah bagian dalamnya dibuat borderless home alias rumah tanpa sekat. Dengan begitu ruang geraknya luas dan mudah untuk mendekorasi bagian dalamnya.
Selain itu, pada kelima atap yang mengerucut tersebut disisakan lubang kecil di atasnya sehingga bisa menjadi skylight tanpa menghantarkan panas. Sebab, bambu bersifat isolator dan ketinggian atap tersebut mencegah panas langsung terasa ke dalam rumah.
Pintu masuk di rumah bambu tidak ditutupi dinding batu, melainkan dengan kaca sehingga cahaya matahari bisa masuk ke dalam. Bagian dalam rumah bamboo ini terdiri dari ruang tamu, perpustakaan oval, 4 kamar tidur, 4 kamar mandi, dan dapur.
(aqi/dna)
