Dubai adalah salah satu negara timur tengah yang terkenal memiliki gedung tertinggi di dunia yakni Burj Khalifah. Namun kamu perlu melihat sisi lain Dubai di Al-Ghuraifa yakni desa 'hantu' alias tidak berpenghuni yang hampir terkubur gurun pasir.
Desa Al-Ghuraifa di Dubai menurut Arab News dibangun pada tahun 1970-an untuk menampung suku Badui nomaden. Lokasinya sekitar 2 km di tenggara kota al-Madam di emirat Sharjah dan hanya satu jam perjalanan dari Dubai.
Namun sekitar tahun 1999 menurut Khaleej Times, desa Al-Ghuraifa justru ditinggalkan penduduknya seiring pesatnya perkembangan Dubai di kawasan perkotaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Desa Al-Ghuraifa ditinggalkan dua dekade kemudian karena kekayaan minyak mengubah negara tersebut menjadi pusat perdagangan dan pariwisata global, rumah bagi kota-kota futuristik Dubai dan Abu Dhabi," tulis Arab News seperti yang dikutip pada Kamis (9/5/2024).
![]() |
Pada saat itu, desa Al-Ghuraifa di Dubai terdiri dari dua baris rumah dan sebuah Masjid. Dihuni oleh sekitar 100 anggota suku Al-Ketbi, menurut asisten profesor di Universitas Sharjah, Ahmad Sukkar.
Suku Al-Ketbi sejak lama telah menjalani kehidupan yang semi-nomaden, beternak hewan, bepergian melewati gurun pasir, dan kerap mengunjungi Dubai serta Abu Dhabi sebelum kota tersebut berkembang.
Meskipun desa Al-Ghuraifah sudah ada sejak lebih dari setengah abad yang lalu, tetapi bangunan yang digunakan pada saat itu adalah rumah-rumah semen modern. Suku Al-Ketbi membuat rumah yang memudahkan mereka untuk menetap setelah bertahun-tahun terus berpindah.
"Kami tinggal di desa yang terkubur pada tahun 1980an setelah pembangunannya dimulai pada akhir tahun 1970an. Rumah-rumah tersebut kebal terhadap bukit pasir pada saat itu. Rumah kami terletak di arah angin timur, yang tidak berhenti sepanjang bulan-bulan musim panas," kata salah satu mantan penduduk, Abu Khalfan Al Kutbi kepada Khaleej Times.
![]() |
Ciri khas dari rumah di desa Al-Ghuraifa di Dubai adalah warna cat dinding bagian dalamnya yang cerah dengan beberapa dihiasi mosaik. Bahkan dari salah satu rumah yang masih bisa dimasuki, pada dindingnya ditemukan lukisan pemandangan alam yang hijau dan subur. Padahal lingkungan desa Al-Ghuraifah hanya dikelilingi gurun pasir.
"Bertahun-tahun berlalu, jumlah pasir meningkat dan menutupi sebagian besar wilayah desa. Namun, hal tersebut tidak mengubur seluruhnya dan menunjukkan ketahanan rumah-rumah tersebut menahan pasir," tambahnya.
Penyebab suku Al-Ketbi meninggalkan desa Al-Ghuraifa karena pemerintah memberi mereka rumah baru di daerah terdekat. Pemerintah juga membayar kompensasi finansial atas pemindahan rumah lama mereka.
"Pemerintah membangun rumah baru untuk kami dengan segala fasilitasnya dan kami pindah ke sana. Kami masih mengunjungi desa lama kami yang menjadi kota wisata," beber Abu Khalfan Al Kutbi.
Sukkar juga mengatakan hal yang sama, suku Al-Ketbi pergi untuk mencari kehidupan yang lebih baik di kota-kota yang berkembang pesat di UEA. Sebab, desa Al-Ghuraifa sulit untuk mendapatkan listrik dan air. Selain itu, faktor alam seperti badai pasir sering melanda desa tersebut.
Kondisi terkini desa Al-Ghuraifa, gurun pasir terus naik hingga rumah di sana hanya terlihat bagian atapnya saja. Bahkan gapura pintu masuk ke desa Al-Ghuraifa sudah tidak terlihat bagian bawahnya.
"Saat ini gurun perlahan-lahan mereklamasi desa tersebut. Aliran pasir telah beterbangan ke dalam rumah, dan di beberapa ruangan. Menutupi dinding dan hampir mencapai langit-langit. Hanya Masjid yang masih tetap seperti semula, berkat pembersihan rutin yang dilakukan oleh pekerja pemeliharaan dari al-Madam yang lokasinya tidak jauh dari sana," ungkap media AP.
Setelah 50 tahun lebih dibangunnya desa Al-Ghuraifa, pemerintah kota berusaha menghidupkan kembali dengan mengubahnya menjadi tempat wisata. Bahkan mereka telah menyiapkan pagar di sekelilingnya, tempat sampah, hingga tempat parkir.
(aqi/abr)