Royalti Musik Masih Kusut, Melly Goeslaw Kasih Rekomendasi Ini ke LMKN
Bahasan di pertemuan ini menitikberatkan pada digitalisasi sistem pengelolaan royalti dan integrasi data penggunaan musik lintas platform.
Dalam momen itu, LMKN menyampaikan rencana pengembangan sistem monitoring digital yang mampu merekam penggunaan karya secara real time, termasuk dari platform streaming, konser, hotel, restoran, dan ruang publik lainnya.
Meski demikian, Baleg menilai modernisasi tersebut harus disertai standar akurasi data, interoperabilitas, serta mekanisme pengawasan.
Baca juga: Alasan WAMI Tunda Pendistribusian Royalti |
Dalam keterangan pers, Jumat (28/11/2025), Melly Goeslaw menekankan, teknologi tidak boleh sekadar menjadi jargon. Sistem digital harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, mudah diaudit, dan menyediakan akses data yang jujur bagi pencipta.
"Buat saya royalti itu bukan hanya sekadar angka, tapi juga penghargaan atas waktu, perasaan, tenaga dan kehidupan serta dedikasi kami untuk sebuah karya," ujar Melly Goeslaw.
Ia juga mendorong peningkatan literasi bagi pencipta agar dapat memahami sumber royalti, pola distribusi, serta hak-hak yang melekat pada karya mereka di ranah digital.
"Saya mau memberikan sedikit rekomendasi, jadi kalau bisa pisahkan dengan tegas kategori belum diklaim versi tidak diketahui penciptanya. Karena implikasinya menurut saya berbeda antara belum diklaim dan tidak diketahui penciptanya," tutur Melly.
"Selain itu, wajibkan best effort search. LMKN harus aktif mencari pencipta menggunakan database yang tersedia sebelum dana dianggap unclaim. Lalu wajibkan publikasi daftar royalti unclaim agar pencipta dapat mengecek dan klaim haknya secara mandiri," sambungnya.
Sebelumnya, LMKN memaparkan kondisi aktual pengelolaan royalti, termasuk upaya digitalisasi, peningkatan akurasi data penggunaan musik, dan langkah untuk memperbaiki transparansi distribusi.
(pig/dar)











































