Wamen Giring Yakin AI Belum Bisa Tandingi Rasa di Lagu Eross hingga Hindia
Banyak yang takut suatu hari nanti lagu-lagu hits tinggal hasil mesin. Tapi menurut Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha, skenario itu masih jauh banget dari kenyataan.
Giring menegaskan AI memang pintar, tapi belum punya satu hal penting yang bikin lagu bisa nancep di hati: rasa.
"Saya sih masih punya keyakinan artis-artis AI belum bisa menggantikan lagu-lagu ciptaan Eross Candra atau lagu-lagu ciptaan Sal Priadi atau lagu-lagu ciptaan Baskara (Hindia)," kata Giring kepada awak media di Gambir, Jakarta Pusat baru-baru ini.
Menurutnya, karya musik lahir dari hati, pengalaman, dan intuisi manusia bukan sekadar rangkaian kata yang disusun algoritma. Itu sebabnya, ia menilai AI belum bisa menyentuh kedalaman emosional yang dihasilkan penulis lagu di Indonesia.
"Masih belum bisa sih AI menggantikan itu, karena masih belum ada rasanya," tambahnya.
Meski begitu, Giring bukan tipe yang anti-teknologi. Ia justru melihat AI bisa memberikan manfaat besar asal ditempatkan di ruang yang tepat.
Bukan di wilayah kreatif penulisan lagu, tapi di sektor kebudayaan yang membutuhkan kecepatan dan presisi.
"Misalnya, AI dapat membantu para arkeolog untuk percepatan pemugaran sebuah candi," katanya.
"AI dapat membantu teman-teman di Galeri Nasional untuk dapat mengidentifikasi lukisan asli dan lukisan palsu."
Tidak hanya itu, penanganan warisan budaya juga bisa jadi jauh lebih efisien berkat kecerdasan buatan. Dari digitalisasi manuskrip kuno sampai penerjemahan cepat data sejarah, semuanya bisa terbantu dengan teknologi.
"AI juga dapat dipakai untuk mempermudah dalam translasi. Misalnya ada lontar-lontar, bisa kita digitalisasi, habis itu bisa kita bisa langsung translasi semua datanya," pungkasnya.
(dar/dar)











































