Langkah berani datang dari Institut Musisi Jalanan (IMJ) yang berinisiatif untuk menata penggunaan musik di ruang publik. Mereka bahkan berencana ikut membayar royalti hak cipta lewat skema dua persen.
Tapi ternyata, menurut Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), niat baik itu gak perlu sampai bayar royalti, karena posisi musisi jalanan berbeda dari pelaku usaha komersial.
"Sudut pandangnya ada pada pengelola kawasan. Jadi, yang wajib mengikuti regulasi adalah pihak pengelolanya, bukan musisi jalanan melalui IMJ yang menjadi tempat mereka bernaung," kata Marcell Siahaan, Ketua LMKN Bidang Pemilik Hak Terkait, dikutip dari laman resmi LMKN, Kamis (14/11/2025).
Walaupun LMKN menegaskan musisi jalanan gak punya kewajiban bayar royalti, Marcell tetap memuji langkah IMJ. Ia menyebut kesungguhan mereka buat menghormati hak cipta musik sebagai bentuk kesadaran yang layak ditiru.
Baca juga: Hal yang Disepakati Bersama VISI dan AKSI |
IMJ bekerja sama dengan beberapa pengelola kawasan publik seperti bandara, KAI, dan MRT, buat mengatur tata kelola penampilan musisi jalanan. Yang menarik, banyak dari mereka adalah grup musik difabel.
Menariknya lagi, sistem yang dipakai juga gak biasa, mereka bukan dibayar oleh pengelola, tapi dapat penghasilan dari kotak sawer atau QRIS pengunjung.
"Mereka bukan pelaku usaha, melainkan seniman jalanan yang menghidupi diri lewat karya. LMKN tentu tidak bisa memperlakukan mereka sama seperti pelaku usaha di sebelas sektor komersial yang telah diatur," jelas Marcell.
Terus, yang wajib bayar royalti itu siapa, sih?
Marcell menjelaskan, kewajiban bayar royalti itu sebenarnya berlaku buat pelaku usaha di sektor komersial, bukan seniman yang tampil di ruang publik tanpa orientasi bisnis.
Ada sebelas sektor usaha yang diwajibkan bayar royalti, termasuk hotel, restoran, tempat hiburan, radio, televisi, transportasi umum, pertokoan, dan penyelenggara konser.
"Kami sangat menghargai niat baik teman-teman penyanyi jalanan yang datang dengan itikad ingin membayar royalti. Namun secara regulasi, mereka tidak termasuk kategori pengguna komersial yang diwajibkan membayar," tambahnya.
Marcell juga sempat mengungkap musisi jalanan dikategorikan sebagai kelompok marjinal, sehingga sudah seharusnya mereka mendapat perhatian dan perlindungan, bukan beban tambahan seperti royalti.
IMJ sendiri awalnya menghubungi LMKN buat memastikan langkah mereka sesuai regulasi, tapi Marcell menegaskan: niat baik mereka cukup diapresiasi tanpa harus dipaksakan bayar.
"Langkah IMJ seharusnya menjadi cermin bagi para pengguna musik agar lebih menghargai hak cipta dan kontribusi para pencipta lagu di Indonesia," pungkas Marcell.
Simak Video "Video: LMKN Sebut Tarif Royalti RI Sangat Rendah, Begini Besarannya!"
(dar/ass)