Pelaku Usaha Tuduh LMKN Pakai Gaya Preman saat Tagih Royalti

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Haryadi B. Sukamdani, blak-blakan cerita. Menurutnya, gaya penagihan LMKN itu preman banget.
"Memang gaya preman. Mereka LMK ataupun LMKN itu menarik mundur, tagihannya itu ditarik mundur sejak UU Hak Cipta berlaku. Padahal namanya kontrak itu kan harus ada invoice, perjanjian berlaku, itu tidak ada," ujar Haryadi saat ditemui di Kantor Pusat PHRI, Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2025).
Dia mengaku gak cuma asal tuduh. Ada contoh nyata yang bikin para pengusaha garuk kepala.
Salah satunya di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Para pengusaha hotel di sana tiba-tiba dapat surat tagihan royalti musik dari LMKN, gak lama setelah hebohnya sengketa royalti Mie Gacoan di Bali.
"Modelnya bener-bener ugal-ugalan. LMK maupun LMKN tidak ada perwakilan di Lombok. Jadi teman-teman anggota PHRI marah, minta dijelaskan. Jangan karena berlindung di balik Undang-Undang, semua jadi dibenarkan. Reaksi negatif masyarakat sangat tinggi. Saya coba perhatikan, tidak ada yang berada di pihak LMKN," lanjutnya.
Haryadi bilang, wajar kalau banyak pelaku usaha akhirnya memutuskan untuk mematikan musik sementara waktu. Buat mereka, lebih baik suasana sedikit hening daripada ribut soal tagihan yang dianggap gak jelas.
Jadi, sementara LMKN dan para pelaku usaha belum nemu titik temu, jangan heran kalau hotel, restoran, atau mal tiba-tiba terasa sunyi. Bukan karena konsep baru, tapi karena memilih diam dulu biar gak tambah kisruh.
Sebelumnya detikpop ngobrol sama Robert Mulyarahadja, Head of Corporate Communications & Membership WAMI, salah satu Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Dia cerita, bagaimana menagih royalti ke pengusaha kafe, restoran, dan tempat lain yang muter musik.
Mereka kirim surat ke pemilik usaha. Ketika pemilik kafe nyaut, barulah ngobrol lebih lanjut.
Untuk kafe, biaya lisensinya dihitung dari jumlah kursi. Jadi si pemilik mesti isi formulir, kursinya berapa, totalnya sekian, dari situ keluar angka royaltinya.
Tapi duitnya gak langsung ke WAMI. Semua harus masuk dulu ke rekening resmi LMKN, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional yang jadi payung dari 15 LMK di Indonesia.
LMKN yang nantinya bagi-bagi ke LMK sesuai penggunaannya, dan LMK yang terusin ke para pencipta lagu. Idealnya, pemilik usaha kasih song list, lagu apa saja yang diputar setahun penuh.
Kalau gak nyatet satu-satu, mereka pakai cara proxy, alias perkiraan ilmiah. Caranya gabungin data lagu yang paling trending di YouTube, Spotify, dan sumber lain, buat nebak kira-kira lagu apa yang sering diputar di kafe.
(pig/nu2)