Piyu AKSI: LMKN Hidup dari Uang Pencipta, Masa Kita Gak Boleh Nanya?

"Nanti kita lebih ke publik ya. Supaya disampaikan aja ke publik, gimana caranya mereka bisa berargumen, ya biar publik aja yang menilai," ungkapnya kepada detikcom saat ditemui di Gedung Transmedia, Jalan Kapten Tendean, Jakarta Selatan, Selasa (8/7/2025).
Langkah ini jelas menunjukkan AKSI lebih ingin membuka mata publik tentang bagaimana sistem royalti musik berjalan di balik layar industri hiburan tanah air.
Sementara itu, muncul pertanyaan menarik, apakah VISI (Vibrasi Suara Indonesia) mendukung langkah gugatan AKSI?
Piyu menjawab dengan jujur, meski agak ragu.
"Saya kok gak percaya ya," kata Piyu, merespons isu soal VISI mendukung upaya hukum AKSI.
"Karena kan di postingan terakhir VISI tuh bilang: 'Jangan takut untuk menggunakan lagu, dan ini nanti dibayar oleh LMKN, LMK'. Kayaknya malah mendukung LMKN."
Kalimat itu, menurut Piyu, bikin bingung. Karena kalau memang gak sepakat sama sistem LMKN, mestinya sikapnya lebih tegas.
"Kalau gak sepakat, ya bubarkan saja LMKN. Lebih tepatnya begitu sih," ucapnya blak-blakan.
"Jadi saya belum melihat dukungan itu. Tapi ya itu dugaan saya, belum tentu apa yang saya sampaikan benar."
Piyu juga menegaskan semua ini bukan soal perang geng, apalagi adu strategi. Bukan juga tentang siapa paling vokal.
Meski AKSI dan VISI belum tentu satu strategi, tapi satu hal jelas, semua pihak mendesak transparansi. Baik dalam kewenangan, cara memungut, cara membagi, dan cara mengelola dana royalti yang makin besar setiap tahunnya.
"Kita bukan nyari ribut, tapi minta keterbukaan. Karena ini menyangkut hajat hidup ribuan pencipta lagu di Indonesia," pungkas Piyu.
Yang dipertanyakan adalah hak pencipta lagu dan bagaimana sistem royalti itu benar-benar bisa sampai ke tangan yang berhak.
"Kita gak bisa tekan pemerintah karena mereka gak gaji LMKN. Tapi LMKN hidup dari uang kita, para pencipta. Masa kita gak boleh nanya uangnya buat apa aja?" katanya.
Polemik ini seolah membuka ruang diskusi yang selama ini tertutup. Apakah semua ini benar-benar untuk memperjuangkan hak pencipta lagu, atau sekadar mempertahankan posisi di balik sistem yang sudah berjalan?
Yang pasti, seperti kata Piyu, publik berhak tahu. Ketika publik sudah tahu, mungkin saat itulah perubahan bisa dimulai.
(pig/nu2)