Pembelaan The 1975 soal Insiden Kritik Anti-LGBT dan Ciuman Sejenis di Malaysia

Kini penyelenggara Good Vibes Festival 2023 menggugat band The 1975 dan semua personelnya atas kontroversi yang terjadi di Malaysia. Ini bukan gugatan pertama yang pernah dilayangkan.
Dikutip dari Variety, Rabu (31/7/2024), pihak penyelenggara mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Inggris. Mereka menuntut ganti rugi sebesar 1,9 juta poundsterling atau sekitar Rp 39,8 miliar karena insiden yang terjadi pada Juli 2023.
Dalam dokumen gugatan, Future Sound Asia, sebagai penyelenggara Good Vibes Festival 2023, menyebut The 1975 dan tim manajemennya sudah tahu berbagai larangan yang harus dipatuhi supaya bisa tampil. Larangan-larangan itu termasuk tidak boleh mengucapkan kata kasar, merokok, minum alkohol, menanggalkan pakaian, serta tidak boleh berbicara politik atau agama di atas panggung.
Future Sound Asia bilang The 1975 sudah pernah tampil di festival yang sama pada 2016 dan sudah tahu larangan-larangan ini. Mereka juga mengklaim sudah mengingatkan band tersebut berulang kali menjelang penampilan mereka tahun lalu.
Mengenai kejadian yang sempat dikecam banyak orang itu, Matty Healy membahas lagi beberapa bulan lalu dan mengungkapkan perasaannya saat mencium Ross, bassistnya.
Matty mengungkapkan hal ini saat akan menyanyikan lagu Love It If We Made It pada tur The 1975 di Dallas, Amerika Serikat.
Pria 34 tahun itu menjelaskan bahwa ia dan tim mengira Malaysia sudah tahu dengan paham dan profil The 1975.
"The 1975 tidak pergi ke Malaysia tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Kami diundang untuk menjadi headliner festival oleh pemerintah yang telah memahami band ini dengan pandangan politik yang dikenal publik," ujar Matty dalam pernyataannya di panggung.
"Pemahaman penyelenggara festival Malaysia yang familiar dengan band ini menjadi dasar dari undangan kami," sambungnya.
Kemudian Matty mengaku bahwa aksi panggungnya mencium Ross bukan suatu bentuk protes pada peraturan Malaysia soal larangan LGBTQ. Ia melakukan itu karena memang ingin dan The 1975 sudah melakukan itu bahkan sebelum menyambangi Malaysia.
Kemudian Matty juga menyatakan tak ingin mengubah konsep dari tur dunianya itu.
Bahkan sampai pada set list lagu, Matty dan tim tak banyak mengubah. Ada beberapa lagu yang punya arti pasif terhadap LGBTQ.
"Saya mencium Ross bukanlah aksi yang hanya dimaksudkan untuk provokasi pemerintah, itu adalah bagian berkelanjutan dari konser The 1975 yang dilakukan berkali-kali sebelumnya," ungkap Matty.
"Menghilangkan rutinitas konser hanya untuk menenangkan pandangan fanatik dari pemerintah Malaysia terhadap kelompok LGBTQ adalah bentuk dukungan pasif terhadap politik tersebut," lanjut vokalis The 1975.
Karena kejadian itu Matty dan The 1975 kerap dihujat dan menjadi perbincangan publik. Namun baginya kritik itu tak berdasar.
Sebab, menurutnya kehadiran The 1975 di konser musik Malaysia saat itu hanya sebatas kebutuhan bisnis dari promotor.
"Menyebut konser The 1975 itu kolonial adalah kebalikan dari istilah tersebut... Kami tidak punya kekuatan sama sekali untuk memaksakan kehendak kami pada siapa pun di Malaysia," tegas Matty.
"Faktanya, pihak berwenang Malaysia-lah yang sempat memenjarakan kami," sambungnya.
Matty pun menepis tuduhan publik bahwa aksinya mencium Ross dipanggung kala itu hanya akan membuat kaum yang ia bela semakin rentan. Matty pun merasa ia dan tim datang kesana hanya diminta untuk menghibur dengan cara mereka saja.
Ia pun merasa langkah yang dilakukan pihak promotor kala itu bisa berdampak buruk bagi industri.
"Gagasan bahwa seniman wajib peka terhadap budaya lokal di mana pun mereka diundang untuk tampil merupakan preseden yang sangat berbahaya," ungkap Matty.
"Seharusnya dipahami bahwa jika kalian mengundang lusinan artis Barat ke negara Anda, mereka pasti akan membawa serta nilai-nilai Barat mereka," tegasnya.
(pig/pig)