Yngwie Menyihir Ancol, Penonton Seolah Tak Berani Headbang!

Virtuoso asal Swedia, Yngwie Johann Malmsteen, menyihir metalhead yang berkumpul di Pantai Karnaval, Ancol. 'Nabi' kaum 'guitar shredder' ini seolah memaksa penonton tak berkedip. Suasana ini nampak di panggung Hammer Stage, hajatan Hammersonic di Jakarta Utara, Sabtu (4/5/2024).
Massa yang dominan berbaju hitam-hitam dan banyak pria gondrong menghadap panggung, persis setelah dewa gitar cadas lain, Marty Friedman, selesai menggebrak panggung sebelahnya.
Lagu berjudul 'Rising Force' dari medio '80-an menjadi pembuka. Lagu itu yang juga turut membuka mata dunia terhadap kecepatan jari mantan gitaris Alcatrazz tersebut. Gak seperti konser-konser masa lalunya yang menghadirkan vokalis-vokalis berbahaya silih berganti, kali ini tugas berteriak diemban oleh keyboardis Nick Z Marino.
Mikrofon di tengah panggung sesekali digunakan Yngwie bernyanyi, menyapa penonton, sekaligus tempat mencantolkan pick gitar. Serenteng-dua renteng, dan entah berapa banyak pick gitar habis dilemparkan ke arah penonton, meski tetap kurang banyak karena penonton kadang masih berebut mencari pick di tanah, seolah itu pick ajaib sumber segala keberuntungan.
Di lagu 'Seventh Sign', penonton bernyanyi bersama, mencoba mengimbangi nada asli penyanyi Mike Vescara. Nick Z Marino ternyata punya suara melengking yang tak kalah dengan Mike Vescara tahun 1994.
![]() |
Yngwie, pria gondrong usia 60 tahun, tampil atraktif, membolak-balik gitarnya, bahkan melempar ke arah teknisinya, juga menggesek-gesekkan Fender Stratocaster itu ke pengeras suara. Penampilannya seolah tetap konisten dari waktu ke waktu, tetap mengenakan celana kulit, sepatu boots berhak tinggi, gelang dan kalung meriah, dan tentu saja kemeja yang menampakkan dadanya. Tipikal rocker konservatif banget deh pokoknya.
Secara permainan, Yngwie juga konsisten mencabik-cabik fretboard mapple model scallop dengan tangga nada harmonic minor, sweep picking arpeggio, serta mencabut-cabut senar dengan zalim! Keraaaas!
Nomor-nomor klasik yakni 'Evil Eye' dan 'Far Beyond The Sun' juga dibawakan. Wall of Marshall (ampli plus kabinet yang ditumpuk berjejer) menjadi latar penampilannya.
"Anjaaay! Gilaaa!" kata penonton berdecak kagum. Terlihat pula penonton mancanegara turut terpukau.
Secara sound, empat orang di atas panggung ini mampu mengguncang suasana pantai utara Jakarta ini. Pada awal lagu, tata suara dari jarak 20 meter terdengar agak dominan bass, terasa sulit mendengar suara keyboard dan vokal, namun kualitas sound membaik seiring berjalannya konser. Yngwie sempat komplain dengan gestur keras menunjuk-nunjuk ke bawah, speaker monitor tengahnya yang mati saat lagu 'Seventh Sign'. Terlepas dari itu, dia masih tampil cadas.
![]() |
Kamera ponsel dari banyak penonton menyala sejak awal konser pukul 20.15 WIB, hingga nada terakhir, 21.15 WIB.
Tak ada headbang banyak-banyak kecuali beberapa orang atau sekadarnya. Wall of death dan stage diving? Jelas tidak ada, tidak seperti audiens band metal Jepang, Crossfaith, yang tampil juga di malam hari pertama itu.
Gitaris aliran neoklasik metal paling terkemuka ini membuat penonton tidak berani melewatkan momen tiap petikan senar dan pergerakan jari secepat samber geledek. Seolah, tidak ada yang mau rugi mengabaikan gerak jemari Yngwie dengan cara headbang atau moshing. Memang begitulah suasana konser yang lumrah terlihat dari penikmat musik metal dengan skill tinggi. Penonton tetap mengikuti irama rancak dengan berteriak dan mengacungkan gestur tangan metal.
Hanya saja, kamera-kamera mengacung di mana-mana menggantikan mata biologis. Maklum saja, penggemar Yngwie rata-rata senang main gitar dan mungkin rekaman video itu akan dipelajari di rumah?