Lagu Asli Hari Lebaran Ciptaan Ismail Marzuki yang Penuh Kritik

Kamu pasti gak asing lagi sama lirik lagu 'minal aidin walfaidzin, maafkan maaf lahir dan batin, selamat para pemimpin rakyatnya makmur terjamin'.
Yes, penggalan lirik lagu Hari Lebaran tersebut merupakan karya sang maestro Ismail Marzuki yang nyatanya merupakan sebuah kritik sosial pada masa perilisannya.
Lagu yang diciptakan tahun 1950-an ini dibawakan oleh penyanyi bernama Didi atau Suyoso Karsono yang diproduksi di Studio RRI Jakarta. Lagu Hari Lebaran itu ternyata diciptakan sebagai lagu sindiran.
"Dari segala penjuru mengalir ke kota,
Rakyat desa berpakaian baru serba indah,
Setahun sekali naik trem listrik pere,
Hilir mudik jalan kaki pincang sampai sore."
Lirik di atas jadi bukti kalau saat itu Ismail Marzuki ingin menggambarkan gimana euforia masyarakat desa menyambut lebaran, pakaian serba baru, pergi ke kota, dan menikmati fasilitas yang tak pernah dirasakan sebelumnya. Beda lagi dengan kebiasaan kaum-kaum kaya saat Lebaran tiba, ia menuliskan dengan konotasi yang negatif.
"Cara orang kota berlebaran lain lagi,
Kesempatan ini dipakai buat berjudi,
Sehari semalam main ceki mabuk brendi,
Pulang sempoyongan kalah main pukul istri,
Akibatnya sang ketupat melayang ke mate,
Si penjudi mateng biru dirangseng si istri."
Tak cukup hanya dengan menyinggung kesenjangan sosial saja, pria kelahiran Jakarta tahun 1912 itu juga memasukkan sentilan tentang korupsi yang terjadi kala itu. Dikutip dari situs Kemdikbud, Ismail Marzuki menuliskan bait 'Lang tahun hidup prihatin, kondangan boleh kurangi, korupsi jangan kerjain' dalam lagu Hari Lebaran.
Sebagai pemimpin, hiduplah dengan sederhana dan jangan sombong, apalagi korupsi. Itu pesan yang ingin disampaikannya. Pesan dan sentilan ini masih terasa relevan dengan kenyataan korupsi yang terjadi sekarang ini.
Juga dari lagu ini lah kalimat 'Minal aidin walfaidzin, mohon maaf lahir dan batin' populer diucapkan oleh masyarakat Indonesia pas lagi Lebaran. Dan lanjutan liriknya 'Selamat para pemimpin rakyatnya makmur terjamin' adalah sindiran yang dilayangkan dirinya untuk para pemimpin saat itu.
Ismail Marzuki merupakan seorang legenda yang tak ternilai jasanya untuk musik-musik di Tanah Air. Banyak karya-karyanya yang menjadi lagu nasional, di antaranya Halo-halo Bandung dan Indonesia Pusaka.
Laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menuliskan kalau Ma'ing, sapaan akrab Ismail Marzuki, menurunkan darah seni dari sang ayah yang seorang pemain rebana kala itu. Sedari kecil ia rutin berlatih musik. Bersama teman-temannya Ma'ing masuk ke dalam perkumpulan musik Lief Java pada tahun 1923.
Di titik inilah ia tumbuh menjadi seorang yang berbakat, jagonya gak cuma di satu bidang saja tapi beragam. Mulai dari memainkan alat musik, nyanyi, sampai bikin lagu dengan referensi yang begitu luas.
Baca juga: 5 Lagu K-Pop Musim Semi Mulai Mencuri Hati |