Soal Royalti Musik, LMKN dan AKSI Adu Pendapat

Pingkan Anggraini
|
detikPop
Ilustrasi tempat kursus musik di Bandung.
Foto: Istimewa
Jakarta - Kasus royalti musik sejak lama masih menjadi keresahan banyak komposer dan musisi Tanah Air. Bahkan hingga saat ini masih banyak kasus yang didasari oleh hal ini.

Sekumpulan para komposer Tanah Air membentuk organisasi disebut AKSI atau Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia. Asosiasi ini diisi oleh para komposer terkenal seperti Piyu Padi, Rieka Roslan, Anji, Badai, Abdul and the Coffee Theory, Ari Bias, Posan Tobing dan masih banyak lagi.

Dalam hal ini Piyu cs sempat bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI Purn H Moeldoko. Mereka membahas perihal tidak adanya transparansi dari LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) terkait royalti atas lagu ciptaannya.

Moeldoko pun telah mengetahui permasalahan yang kerap menyelimuti para pencipta lagu ini. Ia berniat membantu menyelesaikan masalah dengan membuka audiensi bersama LMKN dan Kemenkumham.

"Hasil dari pembicaraan kami di ruangan dan saya selaku Kepala Staf Presiden yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan fungsi strategis dan ini merupakan isu yang harus kita respons. Maka langkah-langkah berikutnya adalah saya akan mengundang semua pihak baik dari LMKN maupun di Kemenkumham untuk membicarakan masalah ini agar ada solusi," ujar Moeldoko di Kantor Staf Presiden di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Desember 2023.

Pada kesempatan yang sama, Piyu juga menegaskan sudah sempat membahas soal transparansi ini ke LMKN namun tak berujung baik. AKSI kemudian melayangkan somasi sebanyak dua kali pada 2023.

Dari hasil somasi itu, disebut Piyu, LMKN tak bisa melakukan transparansi karena bukan ranah mereka.

Lalu, pada 17 Januari 2023, LMKN angkat bicara perihal tudingan tak transparan terhadap laporan atas royalti untuk para musisi. Mereka menepis tudingan itu dan memberikan beberapa bukti konkret.

Hal ini diungkapkan Dharma Oratmangun selaku Ketua Manajemen LMKN saat jumpa pers di kantornya, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

"Saya mau katakan LMKN periode kami sangat amat sangat transparan. Sekali lagi saya sampaikan sangat amat transparan," tegas Dharma Oratmangun.

Bukan hanya itu, Dharma menjelaskan bahwa LMKN selalu memberikan laporan atas rekap royalti setiap tahunnya. Sebagai contoh, ia menampilkan bukti publikasi laporan LMKN di beberapa surat kabar pada 2022.

"Laporan 2022 telah kami luncurkan di salah satu harian nasional. Nanti kami akan berikan data, berapa besaran royalti yang sudah diterima, yang belum diterima, ada, karena semangat transparansi itu silahkan tanya ke komisioner keuangan, tanya apa saja, komisioner siap jawab," jawabnya lagi.

Sementara itu Marcell Siahaan selaku Komisioner LMKN pun angkat bicara perihal ribut soal direct licence. Ia tak melarang adanya hal itu namun Marcell tetap ingin orang-orang mematuhi aturan yang sudah dibuat sesuai Undang Undang.

Bukan tanpa sebab, bagi Marcell hal-hal seperti ini akan berpengaruh ke kreatifitas makro.

"Opini pribadi, kalau saya memang tidak pernah mau melihat yang gugat, saya nggak mau memberi panggung buat mereka. Saya menganut Undang Undang Hak Cipta. Batasnya jelas harus lewat LMK. Semuanya harus lewat LMK," jawab Marcell Siahaan pada kesempatan yang sama.

"Ya silahkan saja mau melakukan direct licence, silahkan saja, kita lihat semua dari Undang Undang dari satu keseluruhan. Saya tekankan Undang Undang kita itu untuk kemajuan kreatifiats makro. Itu untuk memajukan ekosistem," tegasnya.

Pendapat LMKN soal royalti kemudian ditanggapi oleh AKSI yang dipimpin Piyu Padi. Kala itu ia ditemani Ahmad Dhani dan Minola Sebayang sebagai dewan pembina AKSI.

Piyu Padi mengklaim bahwa direct lisence yang selama ini digaungkan tak melanggar hukum. Hal ini disampaikan Piyu dalam jumpa pers bersama AKSI.

Piyu juga menjelaskan, direct lisence ini adalah sistem lisensi dan pembayaran royalti yang langsung dilakukan antar individu. Ia menegaskan justru direct lisence dapat membantu sistem kerja LMKN yang dianggap lemah.

Karena hal itu Piyu menegaskan direct lisence tidak bisa dikenakan pelanggaran hukum. Sementara direct lisence dilakukan antar individu melalui sebuah platform yang diwadahi oleh AKSI, Digital Direct License atau DDL.

"Pernyataan ini perlu kami luruskan dan berikut kami berikan penjelasannya. Direct License adalah sistem lisensi dan pembayaran royalti langsung antara masing-masing pencipta secara individu dan pengguna karya cipta. Pencipta lagu yang melakukan Direct License secara individu sudah bisa dipastikan tidak melanggar UU Hak Cipta, justru hal ini dapat menjadi solusi untuk mengatasi kelemahan LMKN dalam mengumpulkan royalti live performing," papar Piyu Padi di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (22/1/2024).

Piyu melanjutkan, direct license dianggap sebagai pemecah masalah atas kisruh royalti selama ini. Piyu juga menegaskan bahwa sistem direct license sudah diterapkan dibeberapa negara dan berjalan baik.


(pig/dar)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO