Daripada Pake AI, Guillermo del Toro Mending Mati Aja

Asep Syaifullah - detikPop
Minggu, 26 Okt 2025 15:00 WIB
Foto: Invision/Chris Pizzello
Jakarta -

Sutradara peraih tiga piala Oscar, Guillermo del Toro, baru-baru ini melontarkan pernyataan keras yang menggemparkan industri film di tengah perdebatan sengit tentang peran Generative AI dalam proses kreatif.

Del Toro, yang dikenal lewat karya-karya fantastisnya seperti The Shape of Water dan Pan's Labyrinth, menegaskan bahwa ia sama sekali tidak tertarik menggunakan kecerdasan buatan dalam filmnya, bahkan sampai mengeluarkan ancaman yang sangat ekstrem!

Dalam sebuah wawancara dengan NPR (26/10), Del Toro menyampaikan penolakannya terhadap tren teknologi yang sedang menjamur di Hollywood tersebut dengan sangat tegas.

"AI, khususnya Generative AI-saya tidak tertarik, dan tidak akan pernah tertarik," ujar sutradara berusia 61 tahun itu.

Ia bahkan berharap pendiriannya ini akan terus bertahan seumur hidupnya. "Saya berusia 61 tahun, dan saya berharap dapat tetap tidak tertarik untuk menggunakannya sama sekali sampai saya mati."

Penolakan ini bukan cuma diucapkan sekali. Del Toro menceritakan bagaimana ia menjawab pertanyaan soal AI dengan jawaban yang sangat singkat.

"Beberapa hari yang lalu, seseorang menulis email kepada saya, bertanya, 'Bagaimana sikap Anda terhadap AI?' Dan jawaban saya sangat singkat. Saya berkata, 'Saya lebih memilih mati.'"

Bagi Del Toro, kekhawatiran utamanya bukan terletak pada kemampuan teknologi itu sendiri, melainkan pada kebodohan manusia dalam menggunakannya. Ia membalikkan isu kecerdasan buatan menjadi kritik sosial yang tajam.

"Kekhawatiran saya bukanlah kecerdasan buatan, tapi kebodohan alami," jelas Del Toro. "Saya pikir itulah yang mendorong sebagian besar fitur terburuk di dunia."

Sutradara yang sedang menggarap film adaptasi Frankenstein untuk Netflix ini bahkan menarik perbandingan antara Victor Frankenstein, sang pencipta monster arogan, dengan para pengembang teknologi modern.

"Saya ingin [Victor Frankenstein] memiliki arogansi yang mirip dengan para anak teknologi (tech bros)," katanya, merujuk pada para pemimpin teknologi yang gencar mendorong AI.

"Dia buta, menciptakan sesuatu tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, dan saya pikir kita harus berhenti sejenak dan mempertimbangkan ke mana kita akan melangkah."

Del Toro melihat karakter Frankenstein sebagai peringatan: orang yang menciptakan teknologi kuat namun mengabaikan etika dan dampak jangka panjangnya.

Pendirian Del Toro ini berakar pada keyakinannya yang teguh pada sentuhan manusia dan kerajinan tangan dalam seni. Baginya, angka dan kode (ones and zeros) yang membentuk AI tidak akan pernah bisa mereplikasi hal yang paling berharga dalam seni: chemistry dan emosi.

"Angka nol dan satu tidak menghasilkan chemistry yang Anda dapatkan dari emosi dan pengalaman," tegasnya.

"Anda mendapatkan informasinya, tetapi Anda tidak mendapatkan chemistry dari emosi, spiritualitas, dan perasaan."

Ia bahkan terang-terangan menolak segala bentuk shortcut digital dan AI dalam pembuatan film terbarunya.

"Segalanya dalam film ini adalah full-scale, dibuat dengan tangan, untuk manusia oleh manusia," katanya.

"Saya ingin set sungguhan. Saya tidak ingin digital. Saya tidak ingin AI. Saya tidak ingin simulasi. Saya ingin keahlian kuno. Saya ingin orang melukis, membangun, memalu, memasang plester."

Sikap Del Toro ini bukan hanya penolakan, tapi juga seruan keras untuk mempertahankan integritas artistik, di saat studio besar berbondong-bondong merangkul AI untuk efisiensi dan pemotongan biaya. Bagi Del Toro, seni sejati harus tetap menjadi wilayah manusia.

"Seni menjadi tidak masuk akal setelah kehilangan sentuhan manusia," katanya di tempat lain, menegaskan bahwa kebebasan kreatifnya tidak dapat ditawar.



Simak Video "Video Seniman Efek Visual Ini Nilai AI Bisa Demokratisasi Pembuatan Film"

(ass/fbr)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork