Cerita di Balik Inspirasi Film Tuhan Izinkan Aku Berdosa

Mikhael Kevin
|
detikPop
Cuplikan adegan dalam film Tuhan, Izinkan Aku Berdosa.
Cuplikan adegan di film Tuhan Izinkan Aku Berdosa. Dok. MVP Pictures
Jakarta - Hanung Bramantyo telah dikenal sebagai salah satu sutradara ternama dalam kancah sinema tanah air. Hal ini terjadi karena setiap filmnya selalu membawakan isu yang hangat dan menjadi media kontemplasi bagi para penontonnya.

Sama seperti di filmnya kali ini, pada Tuhan Izinkan Aku Berdosa Hanung membawakan konteks isu politik dan agama yang cukup sensitif secara eksplisit.

Film bergenre drama religi ini ternyata berangkat dari sebuah novel karangan M Dahlan dengan judul Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur. Dari situlah Hanung mendapat inspirasi lalu mengembangkan konteks dari novelnya ke dalam filmnya kali ini.

Hanung pun akhirnya mulai mencari rekan penulis nya untuk menuliskan skenario film yang berangkat dari novel tersebut. Akhirnya Ifan Ismail bekerja bersama Hanung untuk mengembangkan ide cerita dari novelnya ke script.

Ifan pun sebelumnya telah membaca novelnya tersebut sebelum Hanung berpikir untuk memfilmkannya. Akhirnya setelah Hanung menghubungi dirinya untuk mengembangkan cerita, Ifan pun tertantang dan menyetujuinya.

"Saya udah baca novelnya dari era era itu, di tahun 2000an awal. Dan saya memang terbawa sama perjalanan spiritualnya. Kalau buat saya sih malah ini sebetulnya sebuah perjalanan spiritual gitu. Di balik kemarahannya tokohnya, kesedihan tokohnya, dan semua yang dialami tokohnya. Sebenarnya ada perjalanan spiritual yang membuat saya sangat enak lah ya. JAdi saya memberanikan diri untuk menulis ini," jelas Ifan pada konferensi pers di Jakarta (18/05/2024)

Fakta menarik lainnya adalah, novel yang dijadikan inspirasi di film ini telah menuai kontroversi di jamannya. Isu tentang kerusuhan oknum mengatasnamakan agama yang diangkat di film ini tenyata telah dahulu menimpa ke kehidupan sang novelis sesaat setelah novel ini dirilis.

"Novel ini keluar tahun 2003, dan sekaligus saya berhenti menulis," kata Muhidin M. Dahlan.

Di luar isi konteks ceritanya, film ini juga mengadaptasi spirit yang sama dari novelnya yaitu kemerdekaan berkarya. Novel nya tak hanya menjadi inspirasi lewat penceritaan saja melainkan menjadi inspirasi Hanung untuk membuat karya yang merdeka dalam memberikan kritik ke isu sosial.

Hal itu juga menjadi salah satu alasan kenapa filmnya tak menggunakan judul yang sama dengan novelnya. Selain karena untuk membedakan, nyatanya dunia film masih belum merdeka dalam menerima judul yang menggunakan kata yang terbilang memaknai konotasi negatif di dalamnya.

Akhirnya film ini tak hanya memberikan kontemplasi kepada para penonton dalam melihat isu politik dan agama di sekitar, namun juga mengkritisi asas kebebasan berkarya dalam konteks kesenian khususnya di film.

"Begitu pentingnya yang namanya kemerdekaan, kebebasan ekspresi bagi kita semuanya. Karena dengan kebebasan itu sebenarnya kita bisa memberikan sebuah dunia yang lain yang menjadi cermin yang dibutuhkan oleh dunia yang konvensional," sebut Hanung Bramantyo.

Novelnya sendiri menjadi pijakan bagi film ini sebagai inspirasi Hanung dalam memperjuangkan hak kemerdekaan berekspresi tersebut. Agar kedepannya karya film yang ada bisa mendapat kebebasan yang sama seperti karya sastra punya

Karena di dalam seni baik itu sastra, film atau apapun itu kan sebetulnya adalah sebuah autokritik. Jadi ya itu yang harus kita tentang (dalam hal keterbatasan berkarya). karena itu itu sangat membantu," pungkas Hanung.


(ass/ass)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO