Review The First Omen: Warisan Horor yang Mengejutkan

Candra Aditya
|
detikPop
The First Omen
(Foto: dok. 20th Century Studios) The First Omen.
Jakarta - Kita mungkin nggak butuh lagi film tentang Damien si anak iblis, tapi Hollywood tahu kalau kita nggak akan bisa nolak disodorkan horor itu di depan mata. Dirilis tahun 1976, The Omen adalah salah satu film horor yang sangat efektif. Menggunakan pengetahuan penonton tentang agama sebagai beton untuk menakut-nakuti, The Omen adalah apapun yang kamu inginkan dalam sebuah film horor: ngeri tanpa ampun dan nggak pernah dikasih kendor.

Setelah sekuel-sekuel yang kualitasnya gagal menyamai versi asli yang dibuat oleh Richard Donner, dan remake tahun 2006 yang lebih seperti fotokopi versi aslinya, 20th Century Fox akhirnya merilis The First Omen yang diberi label sebagai prekuel. Bagian paling mengagetkan adalah kenyataan bahwa ternyata film ini berhasil membuat saya ketakutan!

The First Omen ternyata adalah sebuah horor yang asyik.

Cerita The First Omen cukup sederhana: Margaret (Nell Tiger Free, diimpor dari serial Game of Thrones), gadis Amerika yang bekerja di panti asuhan sebelum siap untuk menjadi suster. Dan tentu saja, setelah berkenalan dengan beberapa orang di panti asuhan ini (yang tentu saja hampir semuanya mempunyai kepribadian yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang ada di film horor), Margaret mulai menyaksikan kejadian-kejadian aneh di sana.

Kalau kamu udah pernah nonton The Omen yang asli, semua pasti tahu bahwa bayi jahat itu akan hadir. Itu mungkin sebabnya sutradara Arkasha Stevenson menampilkan adegan melahirkan yang menyeramkan sejak film diperkenalkan.

The First OmenThe First Omen Foto: dok. 20th Century Studios

Stevenson sepertinya sangat menikmati untuk membuat penonton meringis ketakutan karena adegan-adegan yang ia buat dalam film ini tidak setengah-setengah. Kenyataan bahwa The First Omen adalah sebuah film yang diproduksi oleh studio mainstream dan bukan indie seperti A24 atau Neon (yang juga baru saja merilis film sejenis yang dibintangi Sydney Sweeney dengan judul Immaculate) membuat film ini terasa lebih gahar.

Ditulis oleh Tim Smith, Keith Thomas dan Stevenson sendiri, The First Omen berhasil menjadi film yang berdiri sendiri sekaligus menghormati film lamanya dengan baik. Ada banyak adegan yang akan mengingatkan kamu dengan film lamanya. Belum lagi cuplikan sekilas monster utama dan bagaimana Stevenson mempermainkan kesehatan mental karakter utamanya, film ini seperti nggak kekurangan stok untuk membuat bulu kuduk merinding.

The First OmenThe First Omen Foto: dok. 20th Century Studios

Dari segi teknis, visual yang ditawarkan film ini cukup memanjakan para pecinta film horor. Aaron Morton sebagai sinematografer nggak setengah-setengah untuk menampilkan imaji-imaji yang seram seperti laba-laba di mata karakter utamanya. Atau bagaimana karakter-karakter lainnya menemui ajal satu per satu dengan begitu menyeramkan. Yang mengherankan, meskipun visual film ini menyeramkan tapi semuanya dipersembahkan dengan estetika yang memukau.

Bagian terlemah film ini mungkin ada di akhir. The First Omen tidak mempunyai kendali soal ini karena tugasnya jelas: penyambung film berikutnya yang sudah menjadi klasik. Tapi konklusi yang tidak memuaskan ini nggak terlalu mengganggu kok!

Film ini dari awal sudah berhasil mencengkeram saya dari awal berkat skrip yang mantap dan penyutradaraan yang apik. Dan permainan Nell Tiger Free sebagai Margaret lebih dari cukup untuk membuat saya percaya dengan apa yang hadir di layar. The First Omen, seperti halnya kelahiran Damien, adalah keajaiban. Dan saya bersyukur film ini ada.

The First Omen dapat disaksikan di seluruh jaringan bioskop.

---

Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International. (aay/aay)




TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO