Nonton Konser K-Pop 2025 Masih Tukar Wristband, Fans: Primitif!

Atmi Ahsani Yusron
|
detikPop
Antrean Penggemar SEVENTEEN di Lotte Mall Jakarta.
Penggemar SEVENTEEN sedang mengantre di Lotte Mall, Jakarta Selatan. Foto: Atmi Ahsani Yusron/ detikcom

Nggak cuma Rili loh yang ngerasa begitu. Beberapa fans yang detikpop temui di lokasi penukaran juga mengamini. Mereka merasa aneh aja gitu, di zaman serba barcode ini, apa-apa tinggal scan dan sat-set, fans harus dipaksa untuk datang melakukan ritual penukaran tiket, menghabiskan minimal 4 jam waktu mereka buat antre dari satu lantai ke lantai yang lain. Sementara promotor lain bisa menerapkan sistem non-redemption yang dirasa lebih friendly.

CK Star Entertainment di beberapa konser yang mereka gelar seperti konser solo Key SHINee di Jakarta 2024 dan konser LIMITED EDITION INFINITE pada Januari lalu sudah menerapkan sistem non-redemption. Tiket dibeli lewat loket penjualan resmi, barcode didapatkan, langsung datang ke hari konser dan duduk manis sesuai seat number (atau berdiri di festival buat kelas standing). Nggak ada tuh waktu buat misuh-misuh di basement mal yang pengap sampai harus ada insiden yang menyebabkan cedera.

"Ini proses yang nggak perlu. Yang penting kita punya barcode, kita bisa masuk," kata Diva yang memilih datang siang hari untuk mulai antre redemption. Menurut dia, dengan penukaran wristband seperti ini pun nggak menjamin keamanan soal distribusi tiket ilegal.

"Kemaren sempat ramai di X, CARATs datang buat nuker gelang, orangnya baru datang, tapi status barcode-nya sudah dipakai. Dia udah antre berjam-jam tapi tiketnya nggak ada. Nah itu kan kita nggak tahu apakah karena kelalaian staf atau gimana. Lagipula kan konser di Indonesia juga udah banyak yang masuk venue langsung scan barcode. Kenapa masih harus kayak gini? Bahkan ticketing di Mecima pun masih pake Google Form," tambah Diva sambil ketawa.

Antrean Penggemar SEVENTEEN di Lotte Mall Jakarta.Antrean Penggemar SEVENTEEN di Lotte Mall Jakarta, hari ini. Foto: Atmi Ahsani Yusron/ detikcom

Sebagai CARATs, ini merupakan konser besar SEVENTEEN kedua yang didatangi Diva (dan dipromotori oleh Mecima). Tapi pengalamannya soal ticketing nggak membaik sejak tahun 2022 ke 2025.

"Makin parah. Dulu justru penukaran di ICE BSD, holding ICE BSD lebih aman, nyaman karena dingin soalnya di sana kan nggak pernah, nggak dingin," tutup Diva.

Putri yang datang dari Tangerang dan bertemu Diva di lokasi antrean menimpali setuju. Dia juga menyoroti penggunaan material untuk wristband yang seharusnya bisa dikurangi karena pada akhirnya nggak perlu-perlu amat. Sebagai informasi, satu package wristband terdiri dari gelang yang terbuat dari kain, plastik pengait untuk mengeratkan, kertas branding konser, dan plastik pembungkus.

Kekhawatiran Putri sebenarnya juga masuk akal. Apalagi kalau memikirkan dokumen yang harus dicetak dan dibawa saat penukaran wristband. Kertas-kertas ini berujung akan jadi sampah yang menambah timbunan sampah nasional. Mengutip artikel dari KemenkoPMK berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2022, ada 21,1 juta ton timbunan sampah nasional. Sekitar 34,29% (7,2 juta ton) bahkan belum terkelola dengan baik. Selama ini belum pernah ada informasi yang pasti soal pengelolaan sampah-sampah bekas perintilan penukaran tiket konser K-Pop dari promotor mana pun.

"Kan udah ada barcode, malah kalau ditukerin jadi wristband buang-buang bahan juga nggak sih? Belom antreannya. Mending sekali antre kan, kalo barcode langsung scan masuk venue. Kalo tuker wristband kebanyakan antrenya, capek duluan," katanya.

Indonesia adalah pasar yang besar buat K-Pop dan tren serta peminat konser artis Korea Selatan nggak menunjukkan tanda-tanda penurunan. Fans sebagai konsumen utama dari konser-konser ini juga berhak mendapatkan hak mereka, baik yang memang sudah jadi kewajiban dari promotor, atau sekadar didengarkan sarannya.

Galih, fans SEVENTEEN dari Cakung, Jakarta Timur, yang juga ikut antre penukaran gelang hari ini menyimpulkan perasaan para penggemar di atas. Menyoroti bagaimana promotor seharusnya lebih maju dalam urusan teknis dan teknologi, alih-alih terjebak dalam kerangkeng metode jadul yang harusnya udah bisa ditinggalkan.

"Zaman sekarang teknologi kan udah canggih ya, harusnya dari promotornya sendiri harus lebih aware sama hal-hal kayak gini. Biar penonton dan fans yang datang nggak lama nunggu, terus mereka nyusahin kita-kita. Kita kan bayar, bukan gratisan. Menurut saya promotornya harus melek teknologi sih," kata Galih.

Soal keputusan tetap menerapkan sistem wristband redemption ini, tim detikcom sudah mencoba menghubungi pihak promotor namun belum ada jawaban.



Simak Video "Video: Konser G-Dragon di Bangkok Batal, Fans Protes"
[Gambas:Video 20detik]
(aay/tia)



TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO