Pembajakan Bikin Penerbit Menjerit, Rugi Rp 116,5 M!

Tia Agnes Astuti
|
detikPop
Sideview of an open book lying in front of bookshelf with books sorted in spectrum.
Foto: Getty Images/Mitshu
Jakarta - Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) menegaskan dari data yang dikumpulkan, kerugian akibat pembajakan buku lebih dari Rp 116,5 miliar. Suara para penulis dan penerbit makin gencar buat memerangi buku-buku bajakan yang ada.

"Kita pernah meminta sejumlah penerbit di tahun 2020, ada data kerugian dari 11 penerbit nilainya lebih dari Rp 116,5 miliar. Anggota penerbit di IKAPI itu ada 1.600 anggota tapi setelah itu belum menanyakan kembali," kata Ketua IKAPI, Arys Hilman Nugraha, saat diwawancarai awak media di kawasan Palmerah Barat, Jakarta Barat, pada Selasa (24/6/2025).

Sayangnya, buku-buku yang dibajak semakin banyak saat pandemi berlangsung. Di tengah kondisi semua orang ada di rumah, jadi ironi tersendiri.

IKAPI juga bilang, ada data lainnya yang ditemukan sebanyak 60 persen buku Indonesia telah dibajak. Itu survei yang dilakuin saat tahun 2021.

"Makanya waktu itu, kami minta juga ke Kemenparekraf mendesak dengan marketplace, agak sulit emang ya. Hanya satu marketplace yang memproses, tapi cuma bisa takedown karena melihat Surat Edaran dari Kominfo Nomor 5 tahun 2015," tegasnya.

Baru di Mei 2025, Shopee ikut konsisten mau ikut gerakan setop pembajakan lewat project mereka yang dinamainya, Brand IP Portal. Sepanjang aturan itu, asalkan ada laporan pembajakan bisa langsung di-take down.

Ke depannya, Arys bilang Shopee berencana buat menutup toko yang jual buku bajakan agar kasih efek jera dan sulit buat mereka buka toko lagi.

IKAPI juga negasin agar marketplace di Indonesia jalanin aturan IP Adress. Jika satu IP terdeteksi ngejual buku bajakan, masih dengan IP yang sama maka gak boleh buka toko.

Hal lainnya yang mereka perjuangin adalah, aturan dari delik aduan ke delik pidana. Sebanyak 95 % industri buku gak punya kekuatan buat capai ke ranah hukum buat ngehukum para pembajak.

"Delik aduan ini emang aduan atau kontrolnya di kami para penerbit, masalahnya kan gak semua punya kekuatan hukum dan menyewa arbitrase. Kita serahkan ke penegak hukum dengan delik pidana," tegasnya.

Ditambah lagi sifat masyarakat yang permisif sama buku bajakan. Banyak sekali toko buku yang ngejual dengan deskripsi 'setara sama original', padahal yang dijual adalah buku ajakan.

"Sudah jelas (jadi permisif), bukunya reprint setara original. Keyword-nya itu, setara ori tapi bukan ori, bukan cuma harga dan modus ini kami temui di bulan Mei kemarin. Ada modus juga harga buku sama tapi mereka kasih diskon besar-besaran, padahal itu adalah buku bajakan," tukasnya.


(tia/tia)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO