Menikmati 'Subliminal Maya' 3 Perupa Muda di RUCI Art Space

Tia Agnes Astuti
|
detikPop
Pameran Subliminal Maya Digelar di RUCI Art Space
Lukisan-lukisan Khadir Supartini yang dipamerkan di pameran seni Subliminal Maya di RUCI Art Space hingga 29 Juni 2025. Foto: Dok.RUCI Art Space
Jakarta -

Kalau kamu berada di kawasan Jalan Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, mampirlah ke RUCI Art Space. Ruang seni yang ada di lantai dua sebuah gedung, masih menunjukkan taringnya di skena seni Jakarta di yang menginjak 10 tahun.

Bukan RUCI Art Space namanya kalau gak eksis di seni kontemporer. Satu dekade lalu, RUCI menampilkan pameran seni perdananya lewat karya-karya fotografi Kinez Riza lewat tema yang sama dengan eksibisi kali ini, 'Subliminal Maya'.

Pernah dengar kata 'subliminal', detikers? Secara harfiah, kata subliminal berarti pesan yang disampaikan di bawah kesadaran seseorang. Dalam RUCI Art Space, kamu bakal diajak menyelami arti di balik karya seni ciptaan tiga seniman muda Indonesia: Khadir Supartini, Kuncir Sathya Viku, dan M.S. Alwi.

Sudjud Dartanto sebagai kurator cerita subliminal jadi ruang bagi mereka melalukan sublimasi lewat simbol atau tanda dalam karya masing-masing.

"Di lukisan-lukisan Khadir, eksistensi manusia sangat kuat. Lain halnya dengan karya Kuncir dan Alwi yang sedang meneruskan tradisi dalam cara yang lebih kontemporer," katanya saat diwawancarai detikcom di RUCI Art Space, Jakarta Selatan, pada Rabu (28/5).

Pameran Subliminal Maya Digelar di RUCI Art SpacePameran Subliminal Maya Digelar di RUCI Art Space Foto: Dok.RUCI Art Space

Menurut Sudjud, tiga perupa muda yang terpilih dalam pameran kolektifnya merefleksikan hidup itu sendiri. Bagi Khadir, ia memasukkan dimensi manusia yang terasa semakin terasing, contohnya dalam lukisan End of the Night dan Run After, ada yang ideal dan utopia.

"Antara dunia malam dan pagi, distopia. Tentang ambisi dasar manusia, nafsu, dan keinginan buat menang. Hal-hal yang manusiawi sekali," tambahnya.

Lukisan-lukisan Khadir yang dipajang di ruang galeri memang berukuran besar. Nuansa dark dari bahan charcoal dan agak 'menakutkan' terasa sekali, namun di beberapa karya ia seakan main-main seperti playground. Ada neon-neon di atas kanvas yang nantinya bisa menyala.

Beda lagi dengan Kuncir Sathya Viku asal Bali. Seniman berambut gondrong yang keluarganya lekat dengan seni rerajahan menuliskan simbol-simbol itu ke dalam lukisannya. Tak lupa, ada gambar modern seperti telepon seluler dan teknologi lainnya yang dibuat menyenangkan.

Pameran Subliminal Maya Digelar di RUCI Art SpacePameran Subliminal Maya Digelar di RUCI Art Space Foto: Dok.RUCI Art Space

Lukisan Kuncir sekilas masih bergaya kamasan yang biasa ada di budaya Bali namun ia melampauinya. Tetap dengan ciri khasnya, Kuncir mengeksplorasi tema-tema sentimentil lainnya.

"Di tangan Kuncir, ia meneruskan kecendrungan karya seni neo dekoramagis dari pelukis senior Widayat. Dia kreasikan dari warisan budaya yang konteksnya post kolonial," terang Sudjud.

Sama halnya dengan M.S. Alwi asal Banda Neira. Karya soft sculpture yang terbuat dari paper clay terkesan seperti artefak dan totem masa lampau. Ia masih pakai simbol dan penanda sejarah.

"Secara khusus, ia membuat mitologis dalam tradisi budaya maritim yang ada di Belanda. Nelayan percaya dengan ritual, lambang dewa dan dewi tapi dibuat lebih main-main," sambungnya.

Karya Alwi dibuat ramah lingkungan yang sangat fleksibel dan bisa dibentuk. "Sebagian orang kalau lihat seperti karya klasik, tapi ia mau mendialogkan bentuk hari ini," tukasnya.

Pameran 3 perupa muda Subliminal Maya di RUCI Art Space masih bisa dilihat hingga 29 Juni 2025.

Pameran Subliminal Maya Digelar di RUCI Art SpacePameran Subliminal Maya Digelar di RUCI Art Space Foto: Dok.RUCI Art Space



(tia/aay)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO