Cerita di Balik Pentas Monolog Terbitlah Terang

Surat-surat Raden Ajeng (RA) Kartini jadi awal pemikiran perempuan Indonesia yang berhasil didokumentasikan dengan baik. Kartini yang awalnya mulai korespondensi di usia 16 tahun sampai akhir hayatnya, terangkum dalam buku Kartini: Kumpulan Surat-surat 1899-1904 karya Wardinam Djoyonegoro yang terbit Oktober 2024.
Kartini menulis surat pertamanya kepada sahabat pena yang ada di Belanda, Estelle (Stella) Zeehandelaar. Fragmen surat-surat itu dibacakan ulang lewat pementasan Terbitlah Terang: Pembacaan Surat dan Gagasan Kartini yang digelar Senin sore (21/4) di Museum Nasional Indonesia, Jakarta Pusat.
Sutradara pementasan Sri Qadariatin ngomong pentas kolaborasi dengan pelaku seni Tanah Air, biasanya ada penulis naskah dan tim di balik layar yang banyak.
"Sebetulnya event ini pentas kolaboratif ya, kalau biasanya masing-masing ada penulis naskah, dengan pekerjaan spesifik ya. Di project ini, waktunya gak banyak ya, kami bersama-sama menyusunnya," terangnya usai pertunjukan.
![]() |
Pertunjukan yang digagas oleh Titimangsa, ada yang mengurusi arsip surat Kartini dan sudah menyusun fragmen mana saja yang ingin dimasukkan ke dalam cerita.
"Bagian mana yang dalam waktu singkat 30 menit, bisa memberikan sedikit pandangan atau gagasan Kartini yang relevan untuk saat ini, yang sebenarnya ada banyak sekali (surat-suratnya). Karena keterbatasan waktu kami memilih yang paling mewakili," lanjutnya.
Happy Salma sebagai pendiri Titimangsa pun menimpali. Ia cerita, surat Kartini yang diangkat dalam pementasan dibagi menjadi tiga hal yakni kesetaraan gender, pondasi bangsa, dan pendidikan.
"Yang paling menarik, Bu Ratna ditaruh di awal buat menyampaikan kerangka siapa dia. Kita tahu RA Kartini itu sosok emansipasi perempuan. Gagasannya penting karena dia menulis, bersama Didiet Foundation kami berkolaborasi buat menyampaikan gagasan itu," terangnya.
Menurut Happy pula, persiapan selama dua bulan terakhir dan hanya dua kali latihan di studio Titimangsa, jadi penentu kesuksesan pementasan tadi sore.
![]() |
"Titimangsa kan kelompok teater yang individual, riset kita lumayan panjang ya. Punya pustaka parsial sendiri, dan sastra jadi kendaraan saya untuk membawa karya tersebut. Karena risetnya kuat, kami berani mementasakn Terbitlah Terang," pungkasnya.
FYI nih detikers, pementasan Terbitlah Terang merupakan bagian dari pembukaan pameran Sunting: Jejak Perempuan Indonesia Penggerak Perubahan. Pameran Sunting ini tribute atas peran perempuan Indonesia dalam sejarah, dengan Sunting sebagai simbol kekuatan. Eksibisinya digelar di Museum Nasional Indonesia hingga 31 Juli 2025.
(tia/aay)