A Diary of Genocide Ceritakan Kisah Tersembunyi dari Gaza

Sejarah panjang pendudukan Israel di tanah Palestina telah berlangsung puluhan tahun. Dalam konflik berkepanjangan itu, Atef Abu Saif menggambarkan tanah kelahirannya dalam catatan harian. Buku berjudul A Diary of Genocide resmi diterbitkan oleh penerbit Noura (Mizan Group).
Saat menyambangi kantor detikcom, Atef cerita bukunya mengisahkan hal-hal yang tersembunyi dari kehidupan Gaza dan tidak diketahui publik umum maupun pemberitaan di layar televisi.
"Buku ini untold story, menceritakan apa yang selama ini tersembunyi. Bukan ratusan tapi jutaan atau puluhan juta nyawa hilang begitu saja," kata Atef pada Kamis (24/10/2024).
Sejak usia 2 bulan, Atef yang lahir di kamp pengungsian Jabalia pada pada 1973 telah merasakan perang sepanjang hidupnya. Pada 2014, saat perang Israel dan Hamas berkecamuk, ia kehilangan banyak orang dalam hidupnya.
Bukan satu atau dua orang saja, tapi ada banyak keluarga terdekat dan kenalannya yang mati syahid. "Saya kehilangan ibu mertua, sepupu, saudara, tetangga, dan banyak orang yang saya kenal mati di samping saya. Kamu nggak akan tahu apa yang bakal terjadi besok. Setiap menit kamu merasa akan mati, kamu hidup selembar demi selembar seperti rasanya tidak menikmati hidup," ujar Atef dalam program detikSore.
![]() |
Atef ingat dengan perkataan ibunya. Menjadi seorang Palestina artinya hidup untuk hari ini dan kamu tidak akan bisa memikirkan masa depan.
"Setiap hari kamu hidup itu seperti ekstra day, dan itulah kenyataannya," terangnya lagi.
Pada 7 Oktober 2023, saat serangan pertama terjadi Atef bersama Yasser putranya yang berusia 15 tahun datang ke Gaza untuk memperingati Hari Warisan Nasional. Atef yang berprofesi sebagai Menteri Kebudayaan Otoritas Palestina kala itu, harus menghadirinya.
Selama lebih dari 3 bulan, ia harus mendekam di Gaza dan merasakan hujaman peluru dan rudal yang menyerang di kota tersebut hingga 30 Desember 2023. Selama itu pula, Atef mencatatkan segala peristiwa ke dalam tulisan.
"Kita harus aware dengan apa yang terjadi di sekitar, di dunia. Ketika saya hidup 3 bulan di Gaza, hidup sangat berharga. Kita bergantung pada itu. Ketika kamu hidup, kamu harus fight, dan tidak boleh menyerah," tukasnya.
(tia/pus)