Sejarah Martapura, Kota yang Berkilau

Sejarah Martapura, Kota yang Berkilau

Anindyadevi Aurellia - detikKalimantan
Selasa, 25 Nov 2025 06:59 WIB
Pusat Informasi Pariwisata dan Penggosokan Intan (PIPPI) Martapura, Kalimantan Selatan, menjadi salah satu objek wisata dimana pengunjung bisa melihat proses penggosokan intan.
Batu-batu intan di Martapura. Foto: Rachman Haryanto
Banjar -

Ialah Martapura, sebuah kecamatan yang berjarak tak jauh dari Banjarbaru, ibu kota Kalimantan Selatan. Martapura adalah sebuah kecamatan yang menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian dari Kabupaten Banjar.

Ibu kota wilayah Banjar ini dulu disebut juga Metapoora, merupakan ibu kota Kesultanan Banjar. Sejak dulu hingga kini, Martapura dikenal sebagai penghasil beragam batu permata. Kilaunya tak pernah pudar diterpa zaman.

Sejarah Kota Martapura

arc de triomphe di martapuraarc de triomphe di Martapura/Gerbang Bumi Selamat. Foto: Nfadils/d'Traveler

Dirangkum dari laman Bappedalitbang Kabupaten Banjar, Kerajaan Banjarmasin yang biasa disebut dengan Kerajaan Banjar, merupakan kerajaan bercorak Islam yang didirikan oleh Pangeran Samudera pada tahun 1562.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pangeran ini pula yang menjadi raja pertama Kerajaan Banjar yang setelah memeluk Islam mengganti nama dan gelarnya menjadi Sultan Suriansyah atau Sultan Suryanullah. Pusat pemerintahannya berada di Banjarmasin sampai pada Abad Ke-18, setelahnya hingga Abad Ke-19 pusat pemerintahan berada di Martapura.

Martapura menjadi ibu kota Kesultanan Banjar sampai era kepemimpinan Sultan Adam. Singkat cerita pada tahun 1826 dibuat perjanjian perbatasan antara Sultan Adam dengan pemerintah Hindia Belanda.

Pada tahun 1835 sewaktu pemerintahan Sultan Adam Alwasiqubillah telah dibuat Undang-undang Sultan Adam Tahun 1855. Tertera daerah Kesultanan Banjarmasin merupakan sebagian dari De zuiderafdeeling van Borneo termasuk sebagian daerah Dusun (Tamiang Layang) dan sebagian Tanah Laut.

Dari beberapa sumber disebutkan ada beberapa tempat yang menjadi kedudukan raja (istana pribadi Sultan) setelah pindah ke Martapura. Seperti Istana Sultan yang disebut Bumi Kencana Martapura, Kayu Tangi, Karang Intan, dan Sungai Mesa.

Keraton Bumi Kencana Martapura saat itu menjadi pusat pemerintahan (istana kenegaraan) untuk melakukan aktivitas kerajaan secara formal, sampai dihapuskannya Kesultanan Banjar oleh Belanda pada tanggal 11 Juni 1860.

Status Kesultanan Banjar setelah dihapuskan, masuk ke dalam Karesidenan Afdeeling Selatan dan Timur Borneo. Bekas Kesultanan Banjar dibagi menjadi dua divisi yaitu daerah Banua Lima di bawah regent Raden Adipati Danu Raja dan daerah Martapura di bawah regent Pangeran Jaya Pamenang.

Divisi Martapura terbagi dalam 5 Distrik, yaitu Distrik Martapura, Distrik Riam Kanan, Distrik Riam Kiwa, Distrik Benua Empat, dan Distrik Margasari. Wilayah Kalimantan Selatan dibagi dalam 4 afdeeling, salah satunya adalah afdeeling Martapura.

Menjadi Daerah yang Kuat Nuansa Islaminya

Pondok Pesantren Darussalam Martapura.Pondok Pesantren Darussalam Martapura. Foto: dok Instagram @darussalam_1914

Sejak dulu sudah banyak pondok pesantren yang dibangun di kabupaten Banjar, termasuk Martapura. Bahkan ucapan-ucapan dalam bahasa Arab juga lazim diucapkan oleh masyarakat awam.

Penggunaan huruf Arab sudah banyak ditemui untuk papan nama-nama jalan atau perkantoran dan fasilitas umum di Banjar. Konon dimaksudkan untuk masyarakat setempat yang tidak bisa membaca huruf Latin namun dapat membaca dalam huruf Arab.

Sebutan Kota Serambi Mekkah pun melekat pada diri kota Martapura yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Banjar. Hal ini sedikit banyak mempengaruhi pada kebudayaan Kabupaten Banjar.

Suasana islami sangat terasa ketika berada di Kabupaten Banjar terlebih ketika berada di Kota Martapura. Terlebih Martapura merupakan tempat asal Ulama Banjar yang terkenal, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari penulis Kitab Sabilal Muhtadin.

Hingga kini, masih banyak yang melaksanakan Maulid Habsy dan Terbang Ganal (Terbang Besar) Syekh Samman yang di populerkan oleh KH Zaini bin Abdul Ghani atau yang lebih populer dengan sebutan Guru Sekumpul.

Masjid Agung Al Karomah MartapuraMasjid Agung Al Karomah Martapura Foto: (Nfadils/d'Traveler)

Arsitektur dari latar-latar dan tugu yang dibangun di sekitar pelataran pasar ini yang sangat kental dengan seni budaya Islam. Hal tersebut terlihat dari seni kaligrafi yang ada pada tugu tersebut yang bertuliskan kutipan Surah Ar-Ra'd, ayat 11:

Arab latin: "Innallaha La Yughairu Ma Biqaumin Hatta Yugahairuhu Ma Bianfusihim"
Artinya: "Sesungguhnya Tuhan tidak pernah merubah nasib suatu kaum sebelum kaum tersebut berusaha merubah nasibnya sendiri"

Pesan tersebut mengandung motivasi untuk selalu bekerja keras untuk meningkatkan kehidupan. Budaya Islam yang terlihat bukan hanya dari seni kaligrafinya saja, tetapi juga tradisi masyarakat untuk meniadakan transaksi jual beli selama Shalat Jumat berlangsung.

Jika kamu berkunjung langsung ke Martapura, akan melihat pemandangan kala toko-toko yang ada di pasar tutup sementara sampai selesainya Shalat Jumat.

Martapura, Kota yang Berkilau

Pusat Informasi Pariwisata dan Penggosokan Intan (PIPPI) Martapura, Kalimantan Selatan, menjadi salah satu objek wisata dimana pengunjung bisa melihat proses penggosokan intan.Pusat Informasi Pariwisata dan Penggosokan Intan (PIPPI) Martapura, Kalimantan Selatan, menjadi salah satu objek wisata dimana pengunjung bisa melihat proses penggosokan intan. Foto: Rachman Haryanto

Selain kota agamis, Martapura juga sudah dikenal dengan kerajinan batu mulia, batu aji, dan batu permata sehingga sering disebut sebagai Kota Intan.

Kota ini terkenal dan sering dikunjungi wisatawan, sebagai pusat transaksi penjualan intan dan tempat penggosokan intan utama di Kalimantan. Martapura adalah kota 'berkilau' secara harfiah karena dikenal sebagai penghasil banyak batu mulia.

Tanah Martapura kaya akan mineral dan barang tambang, menjadikannya sebagai sumber penghasil batu intan permata. Batu-batu indah, warna-warni dan berharga bisa kamu temukan dalam berbagai ukuran, mulai dari sebesar biji kedelai hingga sebesar telur ayam.

Batu intan dan permata yang ada di Martapura masih ditambang dengan cara tradisional. Kemudian, batu-batu mulia tersebut dibentuk menjadi aneka aksesoris cantik.

Dirangkum dari tayangan Inside Story CNN Indonesia dan Indonesiaku Trans 7, dulu Martapura adalah pusat pemerintahan Kesultanan Banjar, tak mudah menelusurinya selama hampir empat abad itu. Martapura bersinar dan melegenda karena menjadi penghasil batu permata.

Kesultanan Banjar telah lama dikenal sebagai penghasil batu mulia. Hal itu termaktub dalam beberapa naskah lawas. Intan dari Martapura memiliki ciri berkilau nan indah. Intan juga menjadi warisan benda, tradisi Suku Banjar yang masih tersisa.

Sejak zaman penjajahan Belanda, desa ini telah dikenal sebagai penghasil intan terbesar se-nusantara. Baik warga lokal maupun pendatang, telah menggantungkan hidup dari bongkahan intan di sini.

Puluhan ribu ton intan pernah dihasilkan dari Martapura. Intan berasal dari gabungan mineral dan karbon yang terbentuk setelah tertimbun selama 500 juta tahun dengan suhu 4.000 derajat celcius.

Di zaman kolonial sampai tahun 70-an, Indonesia masih terbatas pada alat untuk menciptakan perhiasan. Kala itu intan yang didapat harus dibawa ke Eropa dulu untuk diolah.

Pusat Informasi Pariwisata dan Penggosokan Intan (PIPPI) Martapura, Kalimantan Selatan, menjadi salah satu objek wisata dimana pengunjung bisa melihat proses penggosokan intan.Pusat Informasi Pariwisata dan Penggosokan Intan (PIPPI) Martapura, Kalimantan Selatan, menjadi salah satu objek wisata dimana pengunjung bisa melihat proses penggosokan intan. Foto: Rachman Haryanto

Martapura merupakan pusat pengolahan berlian sekaligus tempat transaksi berlian di Kalimantan. Martapura disebut-sebut sebagai salah satu daerah penghasil batu mulia berkualitas terbaik di dunia.

Mulai dari blue safir, zamrud, topaz, serta berlian yang sudah pasti membuat para wanita senang bila diberikan oleh-oleh ini. Batuan yang asli didulang dari bumi Borneo ini sebenarnya memiliki harga yang sangat terjangkau, hanya saja bila diikat dengan lapisan emas serta batuan berlian untuk mengelilinginya maka harganya akan menjadi selangit.

Tak terlepas dari mitos, batuan-batuan alam tersebut juga memiliki makna atau arti bagi pemakainya tergantung jenis batuan serta warna-warnanya. Seperti Blue Safir misalnya yang berarti keagungan, Zamrud berarti kemuliaan atau Giok yang berarti Kesehatan. Sehingga bagi sebagian dari mereka, pilihan biasanya dikaitkan dengan keinginan si pemilik dari batuan tersebut.

Di Martapura, ada dua pusat perdagangan hasil olahan batu permata, yaitu Pasar Batu dan Pasar Cahaya Bumi Selamat yang letaknya tidak jauh dari alun-alun Ratu Zalecha kota Martapura. Di pasar ini, kita bisa menemukan berbagai jenis batu mulia dan permata.

Mulai dari yang masih dalam bentuk bongkahan, maupun yang sudah diasah dan dirangkai menjadi perhiasan yang indah. Di areal ini selain kerajinan batu mulia, juga dipasarkan beberapa kerajinan tangan seperti keranjang, tas, dompet, lampit dan lainnya.

Bila penasaran dengan lokasi pendulangan intan permata, dulu terkenal lokasinya berada di Desa Pumpung dan Kecamatan Cempaka, sekitar 7 km dari pusat Kota Martapura. Di sana, para wisatawan bisa melihat langsung proses pendulangan intan dan permata.

Kualitas permata dari Martapura adalah yang terbaik di Indonesia. Tidak ada produk impor di daerah ini. Sehingga harga dan mutu yang mereka jual sudah pasti terjamin. Tidak heran jika pelanggan batu permata Martapura datang dari berbagai penjuru nusantara dan mancanegara.

Halaman 2 dari 3
(aau/bai)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads