Ketua Adat Dayak Lundayeh Ungkap Ada Perusahaan Masuk Wilayah Hutan Adat

Ketua Adat Dayak Lundayeh Ungkap Ada Perusahaan Masuk Wilayah Hutan Adat

Oktavia - detikKalimantan
Senin, 20 Okt 2025 16:00 WIB
Tim Satuan Tugas (Satgas) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Kantor Bupati Malinau.
Satgas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Kantor Bupati Malinau. Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan
Malinau -

Ketua Adat Dayak Lundayeh Malinau Paul Belapang mengungkap adanya perusahaan yang masuk ke wilayah masyarakat adat tanpa izin. Paul menyebut percepatan verifikasi ini menjadi sangat krusial di tengah ancaman baru tersebut.

Menurut Paul, adanya perusahaan yang masuk telah memberi dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat yang telah menjaga hutan secara turun-temurun.

"Kami kecewa, di mana kami sudah jaga dengan baik hutan adat, namun perusahaan atau investor masuk tanpa izin kami. Sudah sejak nenek moyang kami di sini, dan sejak mereka masuk berdampak pada lingkungan," tegasnya, Senin (20/10/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, Paul mengapresiasi upaya pemkab untuk mempercepat proses verifikasi 10 usulan hutan adat bersama tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Ia berharap verifikasi tersebut dapat disetujui dan pemerintah dapat bijak dalam menempatkan masyarakat adat sebagai penjaga utama wilayah mereka.

"Itu sebabnya kami bersyukur atas percepatan verifikasi ini agar kami bisa tetap menjaga lingkungan dan tujuan verifikasi dapat terlaksana," tambahnya.

Sebelumnya, Kepala Adat Besar Dayak Lundayeh Kecamatan Mentarang Hulu, Yosep Pangeran membahas ironi komunitasnya yang terkendala oleh status Taman Nasional Kayan Mentarang (TNMD) yang tumpang tindih dengan wilayah adat mereka.

"Kalau kami mau membangun, membuka badan jalan, harus izin dulu dengan kementerian. Ini kendala besar," keluh Yosep, Kamis (16/10/2025) lalu.

Yosep menegaskan bahwa masyarakatnya telah ada dan merawat hutan jauh sebelum Indonesia merdeka. Sebagai bukti, ia menunjuk prasasti sakral "Ulung" yang menandai batas wilayah sejak zaman mengayau (berburu kepala). Karena merasa janji kerja sama dari pihak Taman Nasional tak kunjung terealisasi, Yosep menyuarakan ultimatum.

"Tolong sampaikan kepada kementerian, bila perlu Taman Nasional diubah namanya menjadi Hutan Adat. Karena adat yang memiliki hutan," ujarnya.




(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads