Aliran Duit Haram 3 Jaksa HSU Hasil Peras Para Kadis

Round-up

Aliran Duit Haram 3 Jaksa HSU Hasil Peras Para Kadis

Tim detikKalimantan - detikKalimantan
Senin, 22 Des 2025 07:01 WIB
Poster
Ilustrasi OTT KPK. Foto: Edi Wahyono
Hulu Sungai Utara -

Uang haram dikumpulkan oleh tiga jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Hulu Sungai Utara (HSU). Mereka menggunakan modus laporan palsu untuk memeras kepala-kepala dinas setempat, hingga total dana yang diterima mencapai Rp 804 juta.

Bermula pada Agustus 2025, usai baru dilantik sebagai Kepala Kejari HSU, Albertinus P Napitupulu (APN) nekat menjalankan misi jahatnya. Ia membuat sejumlah laporan palsu yang kemudian digunakan untuk memeras dinas-dinas di HSU, Kalimantan Selatan (Kalsel).

Baru mengemban jabatan selama kurang lebih empat bulan, Albertinus bersama dua staf Kejari HSU lainnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Adapun dua orang lainnya yakni Kasi Intel Kejari HSU Asis Budianto (ASB), dan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Taruna Fariadi (TAR) yang saat ini melarikan diri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setelah ditemukan kecukupan alat bukti KPK menetapkan 3 orang tersangka sebagai berikut, saudara APN selaku Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara periode Agustus 2025 sampai sekarang," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dikutip dari detikNews.

"Kedua, ASB selaku Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara dan saudara TAR selaku kepala Seksi Datun Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara," imbuhnya.

Diketahui, Albertinus baru memegang amanah sebagai Kajari HSU pada Agustus 2025. Namun, tiga bulan setelahnya, Albertinus terbukti melakukan pemerasan hingga terkena OTT di bulan ini.

Aliran Duit Haram 3 Jaksa

Total uang hasil pemerasan yang dilakukan Albertinus mencapai Rp 804 juta. Asep menjelaskan bahwa uang yang diterima Albertinus diberikan melalui perantara yakni tersangka Asis dan Taruna.

"APN diduga menerima aliran uang sekurang-kurangnya sebesar Rp 804 juta, secara langsung maupun melalui perantara, yakni saudara ASB selaku Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari HSU dan saudara TAR selaku Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejari HSU serta pihak lainnya," terang Asep.

"Bahwa penerimaan uang tersebut, berasal dari dugaan tindak pemerasan APN kepada sejumlah perangkat daerah di HSU, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)," lanjut Asep.

Setelah menjabat, selama November-Desember 2025 Albertinus diduga menerima aliran uang sekurang-kurangnya sebesar Rp 804 juta rupiah. Asep menyebut uang itu diterima secara langsung maupun melalui perantara yakni Asis dan Taruna, serta pihak lainnya.

"Dalam kurun waktu November sampai Desember 2025, dari permintaan tersebut APN diduga menerima aliran uang sebesar 804 juta yang terbagi dalam dua klaster perantara. Melalui perantara saudara TAR yaitu penerimaan dari RHM selaku Kepala Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara senilai Rp 270 juta dan Saudara EVN selalu Direktur RSUD Hulu Sungai Utara sebesar Rp 255 juta," tutur dia.

"Klaster kedua melalui perantara saudara ASB yaitu penerimaan dari YND selalu Kepala Dinas Kesehatan Hulu Sungai Utara Rp 149,3 juta. Sementara itu Saudara ASB yang merupakan perantara APN tersebut, dalam periode Februari-Desember 2025, diduga juga menerima aliran uang dari sejumlah pihak sebesar Rp 63,2 juta rupiah," imbuh Asep.

Selain itu, Asep menyebut Albertinus juga diduga memotong anggaran Kejari. Dana tersebut diduga digunakan untuk kebutuhan pribadi.

"Selain melakukan dugaan pidana pemerasan, APN juga diduga melakukan pemotongan Kejari Hulu Sungai Utara melalui bendahara yang digunakan untuk dana operasional pribadi, dana tersebut berasal dari pengajuan pencairan tambahan uang persediaan (TUP) sejumlah Rp 257 juta tanpa surat perjalanan dinas SPPD dan pemotongan dari para unit kerja atau seksi," kata dia.

Albertinus juga diduga mendapatkan penerimaan lain selain pemerasan. Dia diduga pernah menerima uang dari Kadis Pekerjaan Umum HSU dan sekretaris DPRD.

"APN juga diduga mendapat penerimaan lainnya sejumlah Rp 450 juta, dengan perincian transfer ke rekening istri APN senilai Rp 405 juta dari Kadis PU dan Sekwan DPRD periode Agustus sampai November 2025 sebesar Rp 45 juta," tutur dia.

KPK juga mengungkap peran Taruna Fariadi (TAR) yang menjabat sebagai Kasi Datun Kejari HSU. Taruna diduga melakukan pemerasan kepada pejabat di HSU sejak tahun 2022.

"Selain menjadi perantara APN terhadap Sudara TAR juga diduga menerima aliran uang senilai Rp 1,07 miliar, dengan rincian, pada tahun 2022 yang berasal dari Mantan Kepada Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara senilai 930 juta rupiah. Kemudian pada tahun 2024 yang berasal dari rekanan sebesar Rp 140 juta," katanya.

Modus Licik 3 Jaksa

Modus yang dilakukan Albertinus adalah dengan mengancam para Kadis menggunakan laporan masyarakat palsu. Albertinus menakut-nakuti para Kadis sampai benar-benar mereka merasa ketakutan. Pada akhirnya, para Kadis pun memberikan uang kepada Albertinus agar ancaman proses hukum tidak dilaksanakan.

"Permintaan tersebut disertai dengan ancaman yaitu dengan modus bahwa agar laporan pengaduan dari lembaga swadaya masyarakat yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas tersebut tidak akan ditindaklanjuti proses hukumnya," kata Asep.

Jika tidak memberikan sesuatu, maka laporan tersebut akan ditindak lanjuti. Untuk itulah maka kepala SKPD tersebut memberikan sejumlah uang sesuai dengan yang diminta oleh Albertinus.

"Ancaman-ancaman itu adalah hanya sebagai modus. Karena berdasarkan keterangan dari para kepala SKPD, tidak ada perkara atau pengadaan yang sedang ditangani di situ," kata Asep.

"Jadi ada dibuat, seolah-olah ada laporan. Kemudian ditindak lanjuti laporannya, bahwa ada permasalahan di SKPD tersebut, kemudian dihubungi lah kepala SKPD-nya, seperti itu modusnya ya," ungkapnya.

KPK mengamankan Kajari Hulu Sungai Utara (HSU) dalam OTT di Kalimantan Selatan pada 19 Desember 2025 lalu. KPK langsung menahan para tersangka. Mereka ditahan selama 20 hari ke depan.

"KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 2 hari pertama sejak tanggal 19 Desember 2025 sampai 8 Januari 2026," kata dia.

Asep juga mengungkap pasal yang disangkakan kepada para tersangka. Mereka disangkakan pasal pemerasan.

"Atas perbuatannya para tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf e, pasal 12 huruf f, UU Nomor 31 tahun '99 sebagaimana telah diubah dengan UU 20 tahun 2002 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, juncto pasal 64 KUHP," ucap dia.

Kini, Kejaksaan Agung (Kejagung) langsung mencopot jabatan Albertinus, Asis, dan Taruna Fariadi. Pencopotan dilakukan setelah ketiganya menjadi tersangka di KPK.

"Sudah copot dari jabatannya dan dinonaktifkan sementara status PNS pegawai kejaksaannya sampai mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna dikutip dari detikNews, Minggu (21/12/2025).

Halaman 2 dari 2
(aau/aau)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads