Duta Baca Nasional, Heri Hendrayana Harris atau akrab dengan nama pena Gol A Gong, mengusulkan pendidikan tentang lingkungan diajarkan lewat seni. Hal ini mengingat arahan Presiden Prabowo yang meminta agar pendidikan lingkungan dimasukkan ke silabus mata pelajaran siswa.
Sebelumnya diberitakan dari detikNews, pada momen Hari Guru Nasional 2025, Presiden Prabowo membicarakan mengenai tantangan perubahan iklim. Ia meminta pendidikan lingkungan diperkuat lewat pembelajaran di sekolah. Sebagai sastrawan, Gol A Gong menilai pendidikan lingkungan bisa diajarkan dengan cara yang lebih kreatif.
"Sebetulnya cara belajar lingkungan itu bisa lewat berbagai metode, bisa lewat seni, seni musik, seni teater, seni puisi atau prosa. Jangan melulu menjelaskan teknis seperti para penyuluh. Kalau di sekolah bisa bosan," ujarnya kepada detikKalimantan, Rabu (3/12/2025) usai acara 'Festival Literasi' di Kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, pendidikan lingkungan lewat seni juga bisa dikreasikan melalui lomba tentang pentingnya menjaga lingkungan. Salah satunya lomba menulis puisi.
"Lalu sering-sering diadakan lomba untuk menyelamatkan lingkungan misalnya, coba menulis puisi tentang hutanku yang hijau, atau misal jangan menebang pohon," terang Gol A Gong.
Selain itu, Gol A Gong juga menyarankan siswa dapat belajar lingkungan lewat buku-buku fiksi. Ia mencontohkan buku karya berjudul 'Roga Sanghara Bhumi' yang beraliran fiksi, didalamnya terdapat puisi-puisi tentang alam.
"Kalau buku bisa non fiksi ataupun yang fiksi. Kalau fiksi misalnya buku saya berjudul 'Roga Sanghara Bhumi' itu buku saya tentang lingkungan," ujarnya.
Baca juga: Memaknai Hari Disabilitas dari Gol A Gong |
Gol A Gong sendiri pernah menyoroti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 yang dinilai tidak memuat tentang pelajaran Sastra didalamnya.
"Kemarin revisi Undang-Undang Sikdiknas nomor 20 Tahun 2003 hampir tidak memasukkan Sastra ke dalam undang-undang itu. Yang mereka masukkan adalah Bahasa Indonesia. Mereka tidak begitu paham bahwa Sastra Indonesia dan Bahasa Indonesia itu berbeda," terang Gol A Gong.
Menurutnya, mata Pelajaran Bahasa Indonesia dan Sastra memilik perbedaan. Bahasa Indonesia lebih menekankan pada tata bahasanya, sedangkan Sastra mengajarkan kekayaan kosa kata.
"Kalau Bahasa Indonesia itu bicara soal bagaimana memahami tata bahasa dan sebagainya, kalau Sastra Indonesia itu produknya. Jika itu tidak dimasukkan maka anak-anak Indonesia di masa depan tidak akan belajar bermacam kosa kata dan anak-anak bisa bosan," jelasnya.
"Misal bagaimana mengingatkan bahwa lingkungan harus dijaga dengan baik juga bisa lewat puisi contoh prosa 'air dari gunung itu melindas rumah ayah ibuku', itu akan berbeda," imbuhnya.
Saat mengisi materi pada 'Festival Literasi 2025' di Kalimantan Tengah, Gol A Gong mengaku takjub melihat antusias siswa dalam belajar Sastra. Ia mengatakan penyampaian Sastra pada generasi Z butuh cara yang lebih kreatif agar anak tidak bosan.
Acara diadakan oleh Pemprov melalui Dinas Perpustakaan dan Arsip Kalimantan Tengah (Kalteng). Turut hadir Kepala Dinas Dispursip Kalteng, Adiah Chandra Sari.
"Menyampaikan Sastra pada anak-anak Gen Z itu harus punya cara tersendiri supaya mereka tidak merasa takut dan bosan. Dinas Kearsipan Kalimantan Tengah juga mengimbangi dengan door prize tadi. Senang mereka bisa betah selama belajar Sastra," pungkas Gol A Gong.
(aau/aau)
