Richard Arief Muljadi diduga menggelapkan dan melakukan penipuan jual beli batu bara. Richard sendiri sudah sempat ditahan oleh penuntut umum sejak 3 Juni hingga 22 Juni lalu, sebelum kemudian tidak lagi menjalani penahanan aktif.
Penetapan itu tertuang dalam surat Nomor 594/Pid.B/2025/PN Bjm, yang ditandatangani oleh majelis hakim yang terdiri dari Asni Meriyenti (Hakim Ketua), serta Maria Anita Christianti Cengga dan Rustam Parluhutan (Hakim Anggota). Dalam amar putusan sementara, majelis menyatakan bahwa terdakwa sebelumnya telah didakwa melanggar Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP, yakni tindak pidana penipuan atau penggelapan.
Berdasarkan berkas perkara, hakim menimbang selama masa proses persidangan, terdakwa diketahui berdomisili di Jalan Pangeran Hidayatullah, Banjarmasin Timur, dan bersikap kooperatif. Oleh karena itu, pengadilan memandang perlu menetapkan bentuk penahanan yang lebih proporsional, yaitu penahanan rumah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menetapkan agar terdakwa Richard Arief Muljadi, anak dari Sucipto Muljadi, dilakukan penahanan rumah di Jalan Pangeran Hidayatullah Banjarmasin Timur Komplek Lestari Karya Kavling No. 1," bunyi salah satu diktum dalam penetapan tersebut.
Hakim juga memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan pengawasan ketat selama masa tahanan rumah berlangsung serta memastikan penetapan ini disampaikan kepada terdakwa dan keluarganya.
Diketahui, kasus batu bara ini bermula dari transaksi jual beli batu bara senilai Rp 16 miliar antara PT Aglomin dan PT Semesta Borneo Abadi (SBA). Dalam perjanjian itu, PT Aglomin berkomitmen memasok 15.000 metrik ton (MT) batu bara (setara dua tongkang besar) dengan harga Rp 1.040.000 per MT.
Namun di tengah perjalanan, PT Aglomin gagal memenuhi komitmen pasokan tersebut. Mereka hanya bisa memenuhi 7500 MT, atau 1 Tongkang. Hingga batas waktu yang ditentukan, PT Aglomin disebut tidak bisa memenuhi sisa kuota 7500 MT.
Dugaan kuat muncul setelah ditanyakan mana batu bara sisa yang hendak dikirim. Perusahaan berdalih sehingga diduga telah terjadi penipuan dan penggelapan, sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (penipuan secara bersama-sama) dan Pasal 372 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (penggelapan bersama-sama).
Informasi beredar di lingkungan hukum menyebutkan kasus ini tak sekadar persoalan gagal suplai. Ada indikasi manipulasi dokumen dan perjanjian fiktif yang mengakibatkan kerugian besar bagi pihak PT SBA.
(des/des)