Setiap subuh, suara Haji Maksum (65) menggema di masjid Perumnas, Tarakan, Kalimantan Utara. Ia memimpin jemaah dengan penuh khidmat.
Sebagai imam masjid dan tokoh masyarakat Banjar, ia dikenal pendiam, sabar, dan disegani. Namun kini di usia senjanya, ia yang pernah menjadi pedagang dan Ketua RT selama 30 tahun, terkurung di balik jeruji besi. Tuduhan pemalsuan dokumen atas tanah warisannya sejak 1983, membuatnya menjadi korban dugaan kriminalisasi oleh mafia tanah.
"Ayah cuma bilang, 'sabar, Allah bersama kita', tapi hati kami hancur melihatnya di jeruji," ungkap Rudiyah Alawiyah, anak keempat Haji Maksum kepada detikKalimantan, Minggu (17/8/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sosok Haji Maksum
Haji Maksum bukan nama asing di Tarakan. Selama puluhan tahun, ia dikenal sebagai pedagang emas dan jam di Taman Hiburan Masyarakat (THM), tepatnya sejak 1979.
Kemudian ia menjadi penghulu di KUA Tarakan, dan menjabat Ketua RT 49 di Perumnas selama tiga dekade. Ia juga pernah memenangkan sengketa perdata melawan pengembang perumahan PNS pada tahun 2000, membuktikan keteguhannya memperjuangkan kebenaran.
Namun kini ia menghadapi cobaan berat. Tanah seluas 30.000 mΒ² di Jalan Bhayangkara RT 64, yang telah dimilikinya sejak 1983, diduga diserobot dan kini dikuasai perusahaan untuk pembangunan apartemen.
"Surat tanah ayah saya sah, kami bayar pajak setiap tahun. Tapi justru disita polisi," kata Rudiyah melalui panggilan daring.
Ironisnya, pelapor tidak mampu menunjukkan bukti kepemilikan sah saat mediasi di Polres Tarakan atau Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Tarakan.
"Mereka tidak pernah hadir, tidak punya bukti. Tapi ayah saya yang ditahan," keluh Rudiyah.
Dugaan Teror dan Intimidasi
Di tengah perjuangan hukum, keluarga Haji Maksum menghadapi teror dan intimidasi yang mencekam. Pada 13 Juli 2025, saat sidang berlangsung, ibu Rudiyah dikejutkan biawak besar di toilet rumah.
"Pintu terkunci, lubang kecil, tidak ada jejak binatang. Tiba-tiba biawak itu ada di sana," cerita Rudiyah mengaku masih merinding.
Kejadian lainnya, ada anjing mati ditemukan di profil air rumah. Lalu ada paku merah terlilit kain dilempar ke halaman.
"Kami diserang tak kasat mata. Dukun bilang musuh kami pakai ilmu dari Jawa dan Sumatra," tambahnya.
"Rumah kami di perumahan elite, bersih, tidak ada rawa. Biawak besar itu masuk dari mana? Kami yakin ini ulah mafia tanah untuk menakuti kami," ujar Rudiyah.
Meski begitu, keluarga bertahan dengan keyakinan. "Alhamdulillah, Allah lindungi kami. Kami sehat walafiat," katanya dengan teguh.
Penahanan Haji Maksum Dinilai Cacat Hukum
Kisah pilu itu bermula pada April 2024, ketika lahan Haji Maksum ditimbun dan diklaim pihak lain. Keluarga melaporkan kasus itu ke Polres Tarakan pada November 2024, namun laporan mereka dihentikan pada 28 April 2025 karena dianggap ranah perdata.
Sebaliknya, Haji Maksum justru ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan dokumen pada 30 April 2025, tanpa bukti kuat atau saksi dari pihak pelapor.
"Penahanan ini cacat hukum. Tidak ada izin pengadilan, bukti lemah, prosedur diabaikan," tegas Indrawati, kuasa hukum Haji Maksum.
Pada 9 Juli 2025, sidang perdana digelar, di mana Haji Maksum tetap tabah meski menghadapi tuduhan yang tidak berdasar. Upaya praperadilan pada 15 Juli 2025 ditolak hakim pada 22 Juli 2025, menambah keputusasaan keluarga.
"Sidang berlangsung, tapi pelapor tidak pernah menunjukkan bukti kepemilikan. Ini bukan hukum, ini kriminalisasi rakyat kecil," ujar Indrawati.
Kini, Haji Maksum menghabiskan hari-harinya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tarakan. Meski menderita asam urat, ia tetap tersenyum dan tidak mengeluh.
"Ayah diuji hakim karena tidak pakai kacamata saat baca dokumen di persidangan. Mentalnya masih tajam," cerita Rudiyah dengan bangga, namun nada sedih tak bisa disembunyikan.
Keluarga telah melapor ke Propam Polda Kaltara, namun hasilnya masih nihil. Kini, mereka meminta keadilan hingga ke Presiden, berharap negara turun tangan.
Meski dikurung, Haji Maksum tetap menjadi panutan bagi keluarganya. Mereka berharap Haji Maksum bisa kembali ke mimbar masjid, memimpin jemaah seperti dulu.
"Ayah tidak pernah mengeluh, meski makanan di penjara tidak layak. Dia cuma bilang, 'Sabar, Allah tahu kebenaran,'" ujar Rudiyah.
Namun, di balik ketabahan itu, keluarga merasakan tekanan berat. Mereka berharap keadilan segera ditegakkan, agar Haji Maksum bisa kembali ke mimbar masjid, memimpin jamaah seperti dulu.
Polisi Tak Tahan Haji Maksum
Kasat Reskrim Polres Tarakan, AKP Ridho Pandu Abdillah menegaskan polisi tidak melakukan penahanan terhadap Haji Maksum. Yang bersangkutan hanya wajib lapor.
"Yang bersangkutan ditetapkan tersangka tapi tidak ditahan, dengan pertimbangan lansia dan kooperatif. Kami hanya berlakukan wajib lapor dua kali seminggu, tapi yang bersangkutan tidak pernah melaksanakan wajib lapor hingga berkas dinyatakan lengkap oleh JPU," ujar Ridho melalui pesan singkat, Minggu (17/8/2025).
Ridho menambahkan penyidikan dilakukan secara profesional berdasarkan KUHAP, dengan pemeriksaan saksi, barang bukti forensik, dan ahli pidana serta grafonomi forensik.
"Kami menangani laporan pemalsuan surat, bukan penyerobotan lahan. Kami sarankan upaya perdata, tapi tidak ada gugatan dari yang bersangkutan atau pengacaranya," jelasnya.
Penjelasan Kejaksaan Negeri Tarakan
Sementara itu, Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Tarakan, Amie Y Noor, menyatakan pihaknya menangani perkara tersebut secara profesional.
"Terkait (dugaan) kriminalisasi oleh aparat penegak hukum, saya belum bisa memastikan karena belum ada putusan pengadilan. Penetapan di ranah pidana berdasarkan berkas perkara yang telah kami teliti dan diekspose secara internal. Kami memiliki kewenangan tersendiri soal penahanan," ujar Amie saat dihubungi detikKalimantan.
(sun/bai)