Polda Kalimantan Utara (Kaltara) memberikan tanggapan resmi terkait rencana aksi unjuk rasa aliansi mahasiswa yang menuntut Kapolda Kaltara mundur dari jabatannya. Aksi mahasiswa itu sendiri dipicu oleh dugaan penukaran 12 kilogram sabu dengan tawas serta penangkapan sejumlah oknum anggota Polres Nunukan.
"Isu penukaran 12 kg sabu dengan tawas tidak benar. Faktanya, hanya terjadi pencurian barang bukti sabu seberat 7 gram oleh dua oknum anggota Dittahti Polda Kaltara, dan ini sudah kami sampaikan secara terbuka kepada media," ujar Kabid Humas Polda Kaltara Kombes Budi Rachmat kepada detikKalimantan, Kamis (17/7/2025).
Budi menjelaskan kasus tersebut ditangani secara cermat karena kompleksitas perkara narkotika. Menurutnya, jaringan narkoba memiliki dukungan finansial besar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengungkapan yang terburu-buru dapat mengaburkan fakta atau memengaruhi saksi," tegasnya.
Penyidikan dilakukan oleh tim khusus yang dipimpin Irwasda dan Kabidpropam Polda Kaltara. Berkas perkara dua oknum Dittahti telah dikirim ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan kini dalam proses kelengkapan untuk tahap II, yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti.
"Hasil uji laboratorium memastikan barang bukti tidak berubah, diperkuat oleh pengakuan tersangka kasus narkoba 12 kg yang menjadi saksi," imbuhnya.
Kerja Sama dengan Mabes Polri
Mengenai penangkapan anggota Polres Nunukan oleh Mabes Polri, Budi menyebutnya sebagai wujud kerja sama erat dalam menangani jaringan narkoba lintas wilayah.
"Ini membuktikan pengawasan internal dan eksternal kami berjalan baik," katanya.
Menurut Budi, Kaltara yang berbatasan dengan Malaysia menghadapi tantangan besar dalam pengendalian peredaran narkoba, terutama melalui jalur tidak resmi. Ia menegaskan Polri tidak memberikan toleransi terhadap pelanggaran hukum, termasuk oleh anggota sendiri.
"Godaan dari bandar narkoba sangat besar. Meski pengawasan ketat dilakukan melalui mekanisme harian, mingguan, bulanan, hingga audit semesteran oleh Propam, integritas pribadi dan peran masyarakat tetap krusial," ungkap Budi.
"Penindakan tegas adalah komitmen Kapolda untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik. Tidak ada yang disembunyikan. Ini bagian dari pembersihan internal," sambungnya.
Sebelumnya, Rencana aksi unjuk rasa yang diinisiasi Aliansi Gerakan Mahasiswa Penyelamat Penyimpangan Hukum (Gempa) dan dikoordinasikan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Tarakan masih ramai diperbincangkan di media sosial. Ketua GMKI Tarakan, Michael, menyatakan aksi ini merupakan respons atas kurangnya transparansi Polda Kaltara terkait kasus tersebut. Konsolidasi terbuka telah digelar pada Rabu (16/7) di Taman Oval Kota Tarakan sebagai langkah awal.
(des/des)