Nama Bupati Kubu Raya Sujiwo terseret dalam dugaan pembabatan mangrove dan transaksi jual beli lahan yang diduga termasuk kawasan hutan lindung di Desa Kubu. Kepala desa setempat dikabarkan menjual 400 hektare lahan hutan mangrove.
Isu ini mulai mencuat setelah beredar video yang menampilkan dugaan keterlibatan Kades Kubu dalam praktik jual beli kawasan hutan mangrove. Disebut dalam video itu, lahan yang diperjualbelikan itu untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Dalam video itu, tampak sosok yang diduga kuat adalah Kades Kubu sedang menerima sejumlah uang dari seseorang.
Sujiwo pun angkat bicara mengenai isu tersebut belum lama ini. Dia menyatakan pihaknya telah melakukan investigasi serta melakukan mediasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah Kabupaten Kubu Raya telah mengambil langkah-langkah mediasi, juga sudah melakukan investigasi serta rapat lintas elemen di Kecamatan Kubu terkait persoalan tersebut," kata Sujiwo pada Kamis (1/5/2025) lalu.
Menurut dia, Sekretaris Daerah Kubu Raya telah mengutus Asisten I dan Kepala Badan Kesbangpol untuk turun langsung menengahi persoalan. Hasilnya, Pemkab Kubu Raya memutuskan untuk membatalkan Surat Pernyataan Tanah (SPT) yang terkait dan memerintahkan pengembalian uang kepada pihak yang telah menyerahkannya.
"SPT telah kita batalkan, dan uang yang diterima kita suruh kembalikan kepada pihak yang menyerahkan," tuturnya.
Dugaan ini juga sedang diproses penanganan aparat penegak hukum. Hasil pemeriksaan di tingkat pemerintahan, ternyata hutan mangrove di Desa Kubu yang sempat diributkan ini status lahannya merupakan Areal Penggunaan Lain (APL) bukan hutan lindung.
"Lahan yang dimaksud statusnya merupakan APL," jelas Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPRP) Kabupaten Kubu Raya Kamela kepada detikKalimantan, Jumat (9/5/2025).
Kamela menyatakan, status tersebut membuat lahan ini bisa dimanfaatkan untuk perkebunan. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang (Permen ATR) 14 Tahun 2021 sebagai pedoman penyusunan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).
"Bahwa kawasan mangrove bisa dimanfaatkan untuk perkebunan, tapi dengan syarat khusus dan memperhatikan lingkungan," jelasnya.
Sementara itu, Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah Kabupaten Kubu Raya, Ya' Suharnoto, menjelaskan jika hutan mangrove berada di laut, maka rujukannya adalah peraturan tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi.
"Sedangkan jika berada di daratan, maka diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang RTRW," kata dia.
Ia mengatakan 400 hektare lahan yang merupakan hutan mangrove di Desa Kubu berada di daratan dan berada di luar kawasan hutan. Maka mutlak diatur dalam RTRW Kabupaten Kubu Raya.
''Jadi kita harus melihat secara utuh terkait pengaturan pola ruangnya yang ada di Perda RTRW Kabupaten Kubu Raya," tegasnya.
Ya' menambahkan bahwa tenaga teknis KPH dan anggota Polsek Kubu juga sudah melakukan pengecekan koordinat lapangan.
"Setelah dilakukan pengecekan koordinat lapangan, lokasi yang dimaksud statusnya APL bukan hutan lindung," pungkasnya.
(des/des)