Pemain judi online (judol) diingatkan bahwa kemenangan dalam judi itu nyaris mustahil. Hal tersebut disampaikan Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada. Menurutnya, skema perjudian sudah dirancang sedemikian rupa supaya para pemain kalah terus.
Dilansir detikNews, Wahyu mengungkapkan algoritma judi online telah diatur supaya kesempatan pemain menang sangat kecil. Hal ini dilakukan untuk memanipulasi psikologis pemain supaya penasaran dan terdorong mengeluarkan uang lebih banyak lagi.
"Judi yang biasanya kita menggunakan cara-cara yang konvensional saja, main kartu misalnya, itu potensi menangnya juga kecil. Apalagi ini sifatnya sudah online. Algoritma yang main, sudah disetel. Jadi kita ini secara tidak langsung dibohongi," katanya di Gedung Bareskrim Polri, Jumat (2/5/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Operator judol, kata Wahyu, akan terus mempengaruhi psikologis pemain supaya terus bertaruh. Padahal, satu kemenangan yang diperoleh selalu diikuti kekalahan yang jumlahnya lebih besar.
"Sehingga tadi udah kalah dua mobil, begitu menang sekali udah merasa menang 'oh saya pernah menang', tapi kalo dihitung akumulasi ya kalah juga," jelasnya.
Wahyu pun mengimbau masyarakat supaya tidak terjebak skema yang menipu seperti ini. Dia menegaskan judol hanya akan mendatangkan kerugian bagi pemainnya.
"Tidak ada cerita main judi itu menang. Iming-iming itu hanya sebuah kebohongan. Mari sama-sama kita hentikan. Kalau sudah tidak ada yang main lagi, mereka akan tutup," tegasnya.
Wahyu juga menyatakan pihaknya masih terus melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam mengungkap jaringan judi online ini. Sebab, sudah jadi rahasia umum bahwa praktik judi online dilakukan oleh jaringan lintas batas negara.
"Polri juga menjalin kerjasama dengan kepolisian di beberapa negara, melalui 'P to P' (diplomasi police to police) ini memudahkan kita melakukan pelacakan scamming dari Myanmar, dari Filipina. Ada negara yang masih melegalkan, nah ini jadi problem buat kita," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana pun mengatakan tak ada untung yang diperoleh dari praktik judol. Yang ada hanya kemenangan yang tidak sepadan dengan kekalahan yang ditimbulkan.
"Tidak ada yang menang, benar. Kehilangan dua mobil bisa merasa menang gara-gara dapat satu motor. Kehilangan Rp 2 miliar bisa merasa menang gara-gara menang Rp 300 juta. Gara-gara uang Rp 300 juta merasa menang, keluar lagi Rp 5 miliar dan nggak terasa," ujarnya.
Ivan menambahkan persoalan judi online tak sesederhana kelihatannya. Banyak dampak yang ditimbulkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dan memunculkan masalah sosial yang kompleks.
"Di sini ada konflik rumah tangga, ada usaha rumah tangga yang bubar, ada pembunuhan, ada narkotika, ada pencurian," sebut Ivan.
(des/des)