Salah satu lagu daerah yang ikonik dari Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar) adalah Kote Ale-ale. Lagu ini menggambarkan identitas Ketapang, terutama sejarahnya.
Dalam artikel ini, kita ulas mengenai sejarah, lirik, dan makna lagu Kote Ale-ale, dirangkum dari Jurnal Pendidikan Bahasa, Vol 5, No 1, Juni 2016 dari IKIP PGRI Pontianak dan Bedande': Journal of Language & Literature, Vol 1, No 2, November 2024 dari Universitas Tanjungpura.
Sejarah Singkat dan Latar Belakang
Lagu Kote Ale-ale diciptakan oleh Hermawan Salim dan dipopulerkan oleh penyanyi M Syarif dan sejumlah penyanyi lain. Nama lagu ini diambil dari Ale-ale, yaitu sejenis kerang kecil yang menyerupai remis dan merupakan kuliner khas yang paling terkenal dari Ketapang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah setempat telah menjadikan Ale-ale sebagai ikon kota. Hal ini diwujudkan dengan pembangunan Tugu Ale-ale yang terletak di Jalan R Suprapto, yang juga berfungsi sebagai titik nol kilometer Kota Ketapang.
Lagu ini berfungsi sebagai media ekspresi pengarang dalam menggambarkan fenomena sosial, sejarah, dan kecintaan terhadap tanah kelahirannya.
Lirik Lagu Kote Ale-ale dan Terjemahannya
Berikut adalah lirik lagu Kote Ale-ale dan terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia:
Asal cerite di zaman raje semue kisah di Tanjong Pure
(Asal cerita di zaman raja semua kisah di Tanjung Pura)
Pantang penti maseh terase jadi budaye di kote kite
(Pantang sekali masih terasa jadi budaya di kota kita)
Tanjong Pure namenye silam tanah kayong warisan zaman
(Tanjung Pura namanya silam tanah kayong warisan zaman)
Tande sultan maseh tersimpan buktinye nyate sejarah Islam
(Tanda sultan masih terasa tersimpan buktinya nyata sejarah Islam)
Kute ale-ale name diberik terbelah oleh sungai betuah
(Kota ale-ale nama diberi terbelah oleh sungai bertuah)
Banyak cerite di tanah kite jadi pusake budaye bangse
(Banyak cerita di tanah kita jadi pusaka budaya bangsa)
Itulah die kote kite Kote Ketapang kote betuah
(Itulah dia kota kita Kota Ketapang kota bertuah)
Sangat disayang semakin hari semakinlah damai
(Sangat disayang semakin hari semakinlah damai)
Itulah die kote kite Kote Ketapang kote betuah
(Itulah dia kota kita Kota Ketapang kota bertuah)
Sangat disayang bile jaoh semakin terkenang
(Sangat disayang bila jauh semakin terkenang)
Makna dan Representasi Budaya
Lirik "zaman raje" dan "tanjong pure" merujuk pada sejarah Kesultanan Matan atau Tanjungpura. Hal ini menggambarkan kebanggaan masyarakat terhadap akar sejarah mereka yang berasal dari salah satu kerajaan tertua di Kalimantan.
Penyebaran nama "Tanjong Pure" juga dikaitkan dengan warisan benda berupa istana kerajaan yang masih berdiri dan menjadi bukti nyata sejarah peradaban di sana.
Penyebutan "Kote Ale-ale" secara langsung mengangkat Ale-ale sebagai identitas yang membedakan Ketapang dengan daerah lain di Kalimantan Barat.
Istilah "sungai betuah" (sungai bertuah/berkah) merujuk pada Sungai Pawan yang membelah kota dan menjadi urat nadi kehidupan masyarakat. Selain itu, lirik tentang "sejarah Islam" menegaskan kuatnya nilai-nilai religius dalam sejarah kepemimpinan para sultan di Ketapang.
Bait penutup lagu menggambarkan Ketapang sebagai kota yang damai dan selalu dirindukan. Ini merepresentasikan ikatan emosional yang kuat antara penduduk dengan tanah kelahirannya, di mana pun mereka berada.
